JAYAPURA,- Anggota komisioner KPU Puncak, Tanius Dewelek, menjadi saksi dari Penggugat Repinus Telenggen-David Ongomang pada sidang di PT TUN Makassar, Rabu (18/4) siang, di mana KPU Puncak adalah pihak Tergugat pada sidang sengketa Pilkada Puncak. Tindakan membelot ini sangat disesalkan oleh KPU Puncak.
Penggugat mengajukan gugatan sengketa Tata Usaha Negara kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negarqa (PT TUN) atas surat keputusan KPU Puncak Nomor 107/kpts/KPU Puncak/III/2018 tertanggal 12 Maret 2018. Penggugat Repinus Telenggen-David Ongomang memberikan kuasa hukum kepada La Ode M. Rusliadi Suhi dan LD Mumahat Sukur. Sementara Tergugat pada sidang siang tadi, dihadiri kuasa hukum dari Kantor Advokad Pieter Ell & Assosiates, Rahman Ramli dan kawan-kawan.
Kepada wartaplus.com, sore tadi, Rahman Ramli, salah satu tim kuasa hukum Tergugat KPU Puncak, menjelaskan, pihaknya sangat menyesalkan tindakan salah satu komisioner dari KPU Puncak yang membelot dan mendukung Penggugat. Menurut Rahman, kalau pun ada pertentangan pendapat di tingkat internal KPU, mestinya tidak boleh menunjukkan secara transparan seperti itu.
“Secara tegas, nyata menampakkan di depan umum, di depan persidangan tentang kekeliruan atau hal-hal yang kurang bagus di tubuh KPU adalah hal yang mestinya tidak boleh dilakukan. Menurut istilah yang tepat, kata pak Ferry Kareth ini ibarat menendang bola ke gawang sendiri. Keterangannya itu sebenarnya sangat menyedihkan. Karena apa? Karena ketika proses verifikasi dilakukan, semua itu dilakukan di Puncak kemudian dia (Tanius Dewelek, red) menghadiri semua proses dia tidak menandatangani berita acara. Itu suatu tindakan yang tidak bagus karena sebagai seorang komisioner dia harus loyalitas dengan pekerjaannya. Bahkan ketika sidang Panwas di Timika, dia seperti itu. Dia tunjukkan dia ada di salah satu pasangan calon,” terang Rahman.
Rahman menilai, hal ini sebenarnya tidka benar karena saksi Tanius ini adalah penyelenggara. ”Itu mengecewakan sehingga kami keberatan terhadap pihak Penggugat yang menghadirkan dia sebagai saksi dalam perkara ini,” tambahnya.
Keberatan ini, katanya, oleh majelis hakim ditanggapi bahwa sebenarnya tindakan anggota komisioner ini tidak betul. Artinya, majelis hakim menjadi sedikit sepaham juga dengan Tergugat karena menjadi aneh juga jika Penggugat menghadirkan Tanius sebagai saksi melawan Tergugat, apalagi keterangannya menyangkut soal keputusan yang digugat yakni keputusan KPU Puncak nomor 107.
“Kami sampaikan juga bahwa sekali pun ada pertentangan di dalam internal KPU, kita tidak harus tunjukkan ke publik. Tetapi majelis hakim kemudian mengatakan bahwa keterangannya itu tidak dipertimbangkan karena keterangannya tidak di bawah sumpah,” jelasnya kemudian.
Kemudian saksi lain yaitu ketua tim sukses Penggugat menerangkan bahwa mereka mendapat dukungan Partai Hanura yang syarat-syarat dukungan ditandatangani oleh Ketua Umum Oesman Sapta dengan Wasekjen adalah tidak benar. Soalnya, kata saksi, menurut aturan dari Departemen Hukum dan HAM, dukungan harus ditandatangani oleh Ketua Umum dan Sekjen. Ketua umum adalah Usman Sabda, maka yang tandatangan adalah Sekjen yaitu Samsudin Sudin.
Sementara yang terjadi, kata Rahman, Sekjen ini bermasalah sehingga diganti oleh Wasekjen sebagai pelaksana tugas. Dan dari hasil verifikasi itu kemudian KPU Puncak ke DPP Hanura untuk konfirmasi dan hasil konfirmasi DPP Hanura mengatakan bahwa suara Hanura untuk Kabupaten Puncak diberikan kepada Willem Wandik. Dengan dasar itulah keluar keputusan yang menjadi objek sengketa. “Apa yang dilakukan oleh KPU itu sudah sesuai dengan ketentuan,” ujar Rahman.
Kamis besok, jelasnya, dari pihak Tergugat juga akan mengajukan tiga orang saksi. Yang satu adalah saksi dari DPP Hanura tentang syarat pencalonan dan satu saksi dari sekretariat KPU Puncak yang memberikan keterangan proses ketika pendaftaran dan ketika pleno penetapan pasangan calon di Jayapura, yang ketiga adalah saksi dari tim sukses. “Mudah-mudahan saksi saksi yang dihadirkan ini bisa menjelaskan fakta kepada majelis bahwa keluarnya keputusan 107 itu sudah benar, tidak menyalahi aturan dan undang-undang,” harap Rahman.
Untuk diketahui, Pengggugat adalah bakal pasangan calon yang tidak ditetapkan oleh KPU Puncak sebagai pasangan calon bupati dan wakil bupati Puncak berdasarkan SK Nomor 107. Karena itu, Penggugat merasa keberatan dan dirugikan. Menurut Penggugat, keputusan yang menetapkan hanya satu pasangan calon adalah satu pertimbangan yang keliru dan mengada-ada karena dua bakal pasangan calon belum ditetapan sebagai calon yaitu Wellem Wandik-Alus Murib dan Repinus Telenggen-David Ongomang dan belum dinyatakan sebagai peserta sehingga SK 107 adalah cacat hukum.
Dengan mengeluarkan keputusan nomor 107 tersebut, nilai Penggugat, menunjukkan KPU Puncak tidak mengikuti keputusan Panwas sebagaimana mestinya dan telah keliru menafsirkan keputusan Panwas tentang penyelesaian sengketa Pilkada Puncak tanggal 27 Februari 2018.
Dalam gugatan kepada PT TUN, Penggugat juga menerangkan bahwa Tergugat dalam menerima berkas syarat dukungan pencalonan DPP Partai Hanura yang mengusung Willem Wandik-Alus Murib, tanggal 9 Januari 2018 adalah cacat hukum karena bertentangan dengan peraturan KPU nomor 3 tahun 2017 tentang pencalonan. Bahwa persetujuan pasangan calon Willem Wandik-Alus Murib yang ditandatangani oleh Ketua Umum Oesman Sapta dan Wakil Sekjen Berny Tamara adalah tidak sah karena jabatan Wasekjen bertentangan dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
Kesimpulan Penggugat, dukungan DPP Hanura kepada penggugat adalah sah, Penggugat telah memenuhi syarat calon dan syarat pencalonan sehingga Tergugat wajib menetapkan Penggugat sebagai pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Puncak. *