JAYAPURA,wartaplus.com-Laporan Veronika Koman pengacara HAM terkait data 57 tahanan politik dan 234 korban sipil yang disebut tewas di Nduga sejak Desember 2018 sangat provokatif. "Pernyatan provokatif, kok disebut tahanan politik, padahal ke 57 tahanan itu adalah dugaan pelaku tindak kriminal pada tahun lalu,"ujar Ketua Umum Pemuda Adat Papua (PAP) Yan Christian Arebo, Sabtu (15/2) malam.
"Seharusnya dia bicara sesuai fakta dan data dan datang ke Papua, jangan hanya hanya terima data lalu bicara diluar sana seolah-olah ada di Papua. Dia bisa disebut penyebar hoax dan bisa membuat Papua bergejolak lagi," kanya.
Kata dia, harusnya Veronica Koman tidak hanya mendengar atau mengumpulkan data secara sepihak tetapi juga harus melihat persoalan sebenarnya yang terjadi, mengapa ke-57 orang itu disebut tahanan karena bertindak criminal, beda dengan status tahanan politik.
"Tindakan hukum untuk pelaku 57 orang tahanan yang diduga sebagai otak kerusuhan atau pembakaran itu sesuai dengan ketentuan pidana, jadi tindaka mereka ini pidana murni bukan politik,"ujarnya.
Ditegaskannya, Polri dalam hal ini Polda Papua untuk mengambil langkah hukum terkait pernyataan Veronika Koman yang bisa membuat gaduh di Bumi Cenderawasih.
"Kapolda Papua tindak tegas terkait pernyataan Veronika Koman, dia kan masih berstatus WNI seharusnya paham soal masalah ini, apalagi seorang pengacara," kata Arebo. Sebelumnya, Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw telah membantah pernyataan Veronika Koman terkait hal ini.
Pada Jumat (14/02) lalu Kapolda Papua mengatakan pernyataan Veronika yang kini berstatus tersangka oleh Polri tersebut, tidak benar bahkan memutarbalikkan fakta yang ada, sebaliknya, 57 tahanan itu mendekam di penjara karena melakukan tindak pidana (kriminal). "Saya tegas katakan pernyataan seorang saudara Veronica Koman ada 57 tahanan politik, saya katakan tidak benar,"ujarnya.
Dikatakannya, pihaknya menangani secara profesional lewat penegakan hukum positif sehingga jika ada apa-apa di Papua jangan langsung dikaitkan dengan politik.
"Jangan di Australia sana dapat data simpang siur lalu buang ke publik (di Indonesia bahkan dunia) kami di sini aparat yang ditugaskan negara secara sah dan sebagai perpanjangan tangan negara,"tegasnya.*