SORONG-Puluhan warga suku Bira, Inanwatan Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat, Kamis (16/1) kembali menduduki kantor Pengadilan Negeri Sorong untuk mendengarkan putusan majelis hakim atas tuntutan mereka terhadap tergugat Pemda dan DPRD Kabupaten Sorong Selatan (Sorsel), serta Pemerintah dan DPRD Provinsi Papua Barat.
Dalam amar putusan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim, Dinar Pakphan didampingi hakim anggota Dedy Sahusilawane dan Donald Sopacua menyatakan bahwa persidangan dinyatakan Verstek yaitu kewenangan majelis hakim untuk memeriksa dan memutuskan perkara tanpa kehadiran para tegugat sesuai jadwal persidangan. Sehingga putusan tersebut dijatuhkan tanpa bantahan dari para tergugat.
Dalam amar putusannya, majelis hakim mengatakan menerima sebagian tuntutan para penggugat satu sampai tujuh dan menyatakan para tergugat satu sampai tergugat tiga secara tanggung renteng mengganti rugi tanah dan tumbuhan diatas tanah penggugat 1 sampai penggugat 6 sepanjang 5.000 meter persegi dan luas 18 meter persegi dengan jumlah Rp.7.059.420.000 (tujuh milyar lima puluh sembilan juta empat ratus dua puluh rupiah). Serta biaya perkara sebesar Rp.29.006.000 (dua puluh sembilan juta enam ribu rupiah. Atas putusan tersebut, puluhan warga dari suku Bira ini meneriakan kekecewaannya diluar ruang sidang.
Sementara itu, Penasehat Hukum para penggugat Raymond Morintoh mengatakan keberatan dan akan menyampaikan hasil putusan kepada para penggugat secara lengkap untuk kemudian dipelajari putusan tersebut agar dapat mengambil langkah hukum yang diperlukan.
Sebelumnya sejak Agustus 2019 lalu, sejumlah pemilik tanah adat yang dipergunakan untuk pembangunan jalan meminta pemerintah daerah dapat menyelesaikan ganti rugi Pohon Sagu yang ditebang secara paksa untuk pembangunan jalan di Kabupaten Sorsel.
Tidak ada titik temu antara warga dengan pihak Pemda, kemudian warga mengajukan langkah hukum dengan memperdatakan perkara tersebut di
Pengadilan Negeri Sorong dengan tuntutan gantj rugi tanaman tumbuh berupa makanan khas dan penghasilan warga dari pohon sagu sepanjang 5 kilometer itu dengan jumlah Rp.187.000.000.000 (seratus delapan puluh tujuh milyar rupiah).
Menurut salah satu wargaYulis Sape, mereka tidak bermaksud menghalangi pembangunan di Sorsel. Tapi masalah adat dan ulayat seharusnya menjadi perhatian pemerintah dalam pembangunan terutama ketika harus menebang sumber kehidupan warga dari pohon sagu. Atas putusa verstek dari majelis hakim itu, kedua belah pihak berhak melakukan upaya hukum lanjutan berupa banding selama 14 hari kedepan ketingkat Pengadilan Tinggi.*