JAKARTA-Penyelenggaran Pemerintahan yang bersih, efektif, efesisien, jujur, transparan, bertanggungjawab, dan berwibawa menjadi suatu keharusan. Karena disitulah kunci untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan di Tanah Papua. Dan pada gilirannya akan hadir perdamaian abadi di Tanah Papua.
Upaya Pemerintah melalui berbagai kebijakannya, baik ketika Presiden SBY ketika itu, enam tahun pasca pelaksanaan UU/21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, Presiden SBY menerbitkan INPRES Nomor 5 Tahun 2007, Tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat yang disebut sebagai New Deal Policy for Papua.
Dilanjutkan diterbitkannya PERPRES Nomor 65 Tahun 2011 Tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat yang selanjutnya melalui PERPRES Nomor 66 Tahun 2011 dibentuk suatu Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, disingkat UP4B. Namun dalam perkembanganya masih banyak “PR” yang harus dikerjakan untuk mewujudkan Keadilan dan Kesejahteraan di Tanah Papua.
Sejak UP4B ditiadakan (tahun 2014), penanganan urusan di Tanah Papua mendapat perhatian langsung dari Bapak Presiden Jokowi. Baik dalam bentuk regulasi maupun kebijakan-kebijakan.
Adanya PP Nomor 31 Tahun 2016 yang menetapkan Distrik Mayamuk di Kabupaten Sorong menjadi Kawasan Ekonomi Khusus pertama di Tanah Papua. Berikut Kabupaten Merauke yang juga telah ditetapkan Pemerintah menjadi KEK. Adanya INPRES Nomor 9 Tahun 2017, Tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat; dan PERPRES Nomor 17 Tahun 2019, Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Untuk Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Di Provinsi Papua Dan Provinsi Papua Barat.
Sayangnya, perhatian yang serius dan tulus dari Bapak Presiden Jokowi untuk Tanah Papua tidak seirama dan senafas dengan kesungguhan hati dari para Pimpinan Pemerintahan di Daerah. Padahal kepemimpinan yang ada mayoritas adalah Orang Asli Papua (OAP). Membangun Tanah Papua dengan Hati, sayangnya hanya menjadi slogan. Ini terungkap dari rilis Korlap Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Papua(FKMPP) Yan Piet Sada yang diterima Wartaplus.com, Jumat (10/1) siang usai melakukan demo di Mabes Polri.
Kata dia, dana Otsus yang mencapai ratusan triliun (sekitar 111.016 Triliun) sejak Otsus Papua diberlakukan tahun 2002-2019 belum menjawab esensi pergumulan Keadilan Sosial dan Kesejahteraan di Tanah Papua. Bahkan ironisnya bumi Cenderawasih yang berlimpah kekayaan tetapi rakyatnya miskin, dan IPMnya pun terendah. Data BPS dan Bank Dunia mencatat bahwa Papua menjadi Provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi.
“Kami memandang bahwa “kemiskinan” karena tidak mendapat pelayanan yang baik dari Pemerintah di daerah yang benar-benar melayani dan membangun masyarakatnya. Banyak uang tetapi banyak rakyat Papua tidak menikmati uang Otsus secara baik,”ujarnya
Kata dia, jika dibuat perbandingan terbalik secara kasat mata, bisa kita bandingkan (antara data dan fakta) banyak masyarakat di akar rumput masih hidup susah, sementara oknum pejabatnya berpesta pora, suka meninggalkan tempat tugas, bepergian ke luar negeri hingga diduga pergi bermain judi.
Kita bisa bandingkan juga antara kehidupan para pejabat yang memegang kendali otoritas keuangan Otsus Papua dengan masyarakat Papua secara umum. Perbandingannya ibarat langit dan bumi.
Jika dibandingkan antara Provinsi Papua dan Papua Barat, Provinsi Papua Barat cukup mengalami percepatan dan pertumbuhan pembangunan yang jauh labih baik ketimbang Provinsi induk. Padahal alokasi dana Otsus lebih besar.
Seadainya dana Otsus tersebut dikelola secara tepat dan benar, kondisi rakyat Papua diusia Otsus Papua ke-19 tahun ini tentu mengalami lebih banyak kemajuan dan kesejahateraan yang dapat dirasakan. Semangat dari Otsus Papua, mestinya Papua Tolong Papua, tetapi yang terjadi justru “Papua Tipu Papua'.
Demo Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Papua (FKMPP) di Mabes Polri/Istimewa
Apa Faktor Penyebabnya
Salah satu faktor penting yang banyak disorot masyarakat adalah banyak korupsi di tanah Papua tapi tidak ada koruptor. “pembiaran” korupsi dan lemahnya penegakan hukum di tanah papua. dan kami lebih percaya kepada institusi polri ketimbang KPK yang tidak bernyali untuk mengurusi soal korupsi di tanah papua.
Itulah sebabnya ksiDamai ini kami lakukan bertepatan dengan awal tahun baru untuk menyuarakan aksi peduli kami atas kondisi dugaan banyaknya korupsi di Tanah Papua yang tidak tersentuh hukum, sekaligus dukungan kami sesuai arahan Bapak Presiden Jokowi kepada Insititusi Penegak Hukum tanggal 13 November di Sentul–Bogor, dan mendukung point ke-4 dari 7 Program Kapolri Jenderal Pol. Idham Azis yaitu penegakan hukum yang profesional dan berkeadilan.
Sekaligus mendukung implementasi langkah-langkah penegakan hukum oleh Kapolda Papua dan Kapolda Papua Barat, dalam memulihkan situasi dan kondisi keamanan demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat di Tanah Papua.
“Kami mengharapkan tidak ada kompromi bagi mereka yang melanggar aturan dan perundang-undangan yang berlaku dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Rakyat Papua sudah bosan dan sudah capek dengan melihat kelakuan oknum-oknum atau para pelaku tindak kejahatan di Tanah Papua seakan tidak mampu tersentuh oleh hukum, dan terkesan penegakan hukum, tajam ke bawah tumpul ke atas,”tegasnya.
Berkaki Dua
Kami juga berharap untuk mewaspadai semua oknum-oknum termasuk para pejabat di Tanah Papua yang bermain dua kaki. Disatu sisi mereka menikmati uang negara, tetapi disisi lain mereka juga menggunakan uang negara untuk “menghantam” negara.
2019 menjadi tahun yang penuh suka dan duka, ini karena terjadi peristiwa yang memilukan, dan “suka cita” karena putra-putra terbaik Papua yang memimpin institusi penegakan hukum dan institusi pertahanan di Papua (Pangdam Cenderawasih, Mayjen TNI Herman Asaribab dan Pangdam Kasuari, Mayjen TNI J.O. Wayangkau).
Sebutlah Nikolas Kondomo, SH sebagai orang Papua pertama yang menjadi Kajati sekaligus Kajati di Papua. Dan Irjen Pol Paulus Waterpauw yang dipercaya kembali menjadi Kapolda Papua untuk kali kedua, dan telah berhasil meredam dan menetralisir keadaan yang sempat porak-poranda di beberapa kabupaten di Papua, antara lain Kota Jayapura dan Kota Wamena.
“Kami bersyukur bahwa dengan kebijakan Irjen Pol Paulus Waterpauw kembali menjadi Kapolda Papua, dalam waktu yang relatif singkat bersama jajaran terkait bisa menenangkan kembali suasana Kamtibmas di Papua,”ungkapnya.
Kepada Bapak Kapolri, izinkan kami menyampaikan 5 tuntutan kami yang kami pandang bisa menjawab pergumulan permasalahan Kesejahteraan di Tanah Papua;
- Tangkap para koruptor di Tanah Papua yang menyengsarakan masyarakat Papua selama ini.
- Tangkap oknum para pejabat Papua yang terbukti (gunakan uang rakyat) sering bermain judi di Kasino, di Singapura, Makau dll.
- Tangkap separatis berdasi yang ada di Tanah Papua maupun di luar Tanah Papua.
- Tegakkan hukum di Tanah Papua tanpa pandang bulu, agar masyarakat Papua percaya bahwa hukum di NKRI berlaku adil.
- 2020 harus menjadi tahun penegakan hukum di Tanah Papua.*