MANOKWARI- Anggota lembaga kultur Majelis Rakyat Papua Barat (MRP-PB) menyoroti adanya Surat Keputusan (SK) Gubernur Papua Barat yang dikeluarkan Biro Hukum Setda Pemprov Papua Barat tentang pemberhentian terhadap Maxsi Nelson Ahoren, SE yang masuk sebagai anggota panitia seleksi (Pansel) DPR Papua Barat melalui mekanisme pengangkatan.
Anggota MRP-PB, Kelly Duwiri tidak sependapat dengan adanya SK pemberhentian kepada Maxsi Nelson Ahoren sebagai anggota Pansel. Menurutnya, hal itu melecehkan eksistensi masyarakat adat Papua melalui lembaga kultur MRP-PB.
"Maxsi Nelson Ahoren adalah ketua MRP-PB dan juga anak adat yang duduk di lembaga kultur, sehingga kami tidak terima adanya SK pemberhentian tersebut" kata Duwiri kepada wartawan, Selasa (7/1).
Ditegaskan Duwiri bahwa masuknya Maxsi Ahoren sebagai Pansel sudah diputuskan lewat rapat pleno MRP, kemudian pelantikan Ahoren berdasarkan SK Gubernur, apalagi hadirnya beliau sudah mewakili masyarakat adat di kabupaten, kota se Papua Barat.
"Oleh sebab itu, kalau ia (Ahoren) mau diberhentikan dari Pansel, maka harus melalui surat resmi pemberhentian dari Gubernur Papua Barat dan bukan melalui SK dari Biro Hukum Setda Papua Barat," tukasnya
Duwiri menegaskan bahwa kehadiran Ahoren melalui SK Gubernur dan bukan dari SK Biro Hukum, maka secara otomatis kalau mau berbicara afirmasi, maka harusnya harkat dan martabat orang Papua harus dipertahankan.
Oleh karena itu, sependapat MRP harusnya yang diganti adalah Kepala Biro Hukum, sebab secara lembaga Biro Hukum sudah melecehkan eksistensi orang asli Papua di wilayah adat Doberai dan Bomberai di Provinsi Papua Barat.
Anggota Pokja Adat MRP-PB Anthon Rumbruren, SH juga menuturkan bahwa seharusnya pemberhentian terhadap Maxsi Nelson Ahoren melalui SK Gubernur, sebab saat dilantik menjadi anggota Pansel berdasarkan SK Gubernur.
Semestinya kata Rumbruren, Biro Hukum lebih dulu klarifikasi ke MRP sebelum mengeluarkan SK pemberhentian dimaksud. Sebab duduknya Ahoren di Pansel melalui pleno MRP sebagai keterwakilan masyarakat adat Papua yang direkomendasikan ke Pansel.
"Saya harap Gubernur duduk bersama MRP membicarakan masalah ini, sebab terkesan kami tidak dihargai sebagai lembaga kultur MRP-PB" harapnya.
Sementara anggota Pokja Agama MRP-PB, Edi Kiriho berharap gubernur memperhatikan kinerja Kepala Biro Hukum saat ini. Menurut dia, ada apa dibalik semua ini, sehingga tiba-tiba saja ada SK pemberhentian kepada Maxsi Nelson Ahoren.
Padahal menurut dia, kedudukan Gubernur, MRP dan DPR sama derajat dengan otonomi khusus, sehingga surat salinan keputusan pemberhentian kepada Maxsi Ahoren tidak dapat diterima.
Untuk diketahui bahwa pemberhentian kepada Maxsi Nelson Ahoren berdasarkan SK Gubernur Papua Barat dengan 188.4-4/12/2019 tentang pemberhentian anggota Pansel calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua Barat melalui Mekanisme Pengangkatan Priode 2019-2024 atas nama Maxsi Nelson Ahoren.**