JAYAPURA - Berdasarkan data rilis Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua per Desember 2019 menunjukkan bahwa Kota Jayapura mengalami inflasi sebesar 0,66 persen. Kondisi tersebut lebih rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,85 persen.
Inflasi tersebut terjadi karena dipicu oleh faktor kenaikan harga terbesar pada komoditas ikan ekor kuning sebesar 0,312 persen, tarif angkutan udara 0,235 persen, tukang bukan mandor 0,067 persen dan ikan mumar 0,035 persen.
Faktor lainnya yakni ikan teri 0,033 persen, bawang putih 0,031 persen, daging ayam ras 0,025 persen, mobil 0,021 persen, bawang merah 0,020 persen, emas perhiasan 0,020 persen dan beberapa komoditas lainnya.
"Namun secara umum inflasi tersebut didominasi oleh pengaruh kenaikan harga pada kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan serta kelompok bahan makanan," ungkap Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS Papua, Bambang Wahyu Ponco Aji dalam keterangan persnya, Kamis (2/1).
"Masing-masing memberikan andil total sebesar 0,32 persen dan 0,21 persen terhadap total inflasi Kota Jayapura," sambungnya.
Sementara di Merauke juga mengalami inflasi sebesar 0,86 persen yang terjadi akibat dipicu oleh faktor kenaikan harga pada komoditas ikan Mujair 0,202 persen, udang basah 0,103 persen, kangkung 0,088 persen, daging sapi 0,088 persen, kubis 0,080 persen, daging ayam kampung 0,067 persen, bawang merah 0,065 persen, telur ayam ras 0,060 persen, bayam 0,054 persen, daging ayam ras 0,045 persen dan beberapa komoditas lainnya.
Kata Bambang, berdasarkan pantauan inflasi month-to-month sepanjang tahun 2019, tercatat Kota Jayapura mengalami fenomena inflasi sebanyak lima kali dan deflasi sebanyak tujuh kali. Hal serupa juga terjadi di Merauke dengan fenomena yang sama.
"Memperhatikan besaran capaian inflasi tahun kalender dan inflasi yoy serta capaian inflasi Desember 2019 di kedua kota tersebut, BPS Papua menilai bahwa kondisi inflasi masih terkendali. Kedepan TPID perlu mengantisipasi terhadap potensi inflasi akibat kenaikan cukai rokok dan beberapa komoditas potensial lainnya," pungkasnya.**