JAYAPURA - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Universitas Cenderawasih (Uncen) mengajak seluruh mahasiswa untuk tidak menggelar aksi demo pada peringatan Hari HAM sedunia yang jatuh pada 10 Desember 2019.
Imbauan ini sekaligus penegasan atas larangan menggelar aksi oleh aparat kepolisian dan pihak Lembaga Uncen dengan berbagai pertimbangan.
"Kami dari BEM Uncen pada awalnya ingin melakukan aksi pada tanggal 10 Desember untuk memperingati Hari HAM Sedunia, namun kami dibatasi oleh pihak keamanan, kami dilarang turun untuk mengkoordinir massa dilapangan dari Kapolres Jayapura, termasuk oleh lembaga, dalam hal ini Rektor Uncen," kata Agus Ohee, Wakil BEM Uncen, sekaligus Plt. Ketua BEM Uncen, kepada awak media di Gedung Kabesma Uncen, Senin (9/12) malam.
"Kalau Kapolres menyampaikan bahwa terkait hari memasuki Minggu Advent bagi umat Nasrani dan yel-yel yang mungkin dianggap menganggu. Sementara kalau Rektor beralasan bahwa esok ada ujian, sehingga kami tidak diperkenankan melakukan aksi di Uncen," sambung Agus.
Oleh karena itu, lanjutnya, lewat media, apa yang menjadi aspirasi pada perayaan Hari HAM Sedunia disampaikan, dengan tidak mengurangi arti memperjuangkan penyelesaian kasus HAM di Papua.
"Karena dilarang, maka kami menyampaikan pandangan dan kajian kami terkat pelanggaran HAM di Papua melalui media pers Ini. Nanti disampaikan korlap aksi. Kami tegaskan bahwa Uncen tidak membuat aksi, akan tetapi disampaikan lewat media,"ucapnya.
Dirinya juga menegaskan, jika masih ada yang menggelar aksi, dan mengatasnamakan Uncen, maka dirinya tidak bertanggungjawab.
"Apabila ada mahasiswa yang turun melakukan aksi menggunakan almamater, dan mengatasnamakan 9 BEM Fakuktas, kami dengan tegas bahwa itu bukan bagian dari kami. Kalaupun ada itu tanggungjawab teman-teman sendiri," tegasnya.
Sementara Ayus Heluka, koordinator aksi meyampaikan, enam tuntutan pada perayaan Hari HAM sedunia, yang rencana awalnya akan disampaikan ke pihak DPR Papua untuk ditindak lanjuti.
"Pertama, kami minta DPR Papua harus segera menyelesaikan pelanggaran HAM di Papua, selanjutnya hentikan ilegal loging dan pembangunan liar, penebangan liar dan perampasan hak-hak tanah adat dan segera tarik pasukan organik maupun non organik dari tanah Papua," pinta ayus
Tolak Pemekaran.
Selain itu, mahasiswa menolak dengan tegas pemekaran daerah baru atau DOB diseluruh tanah Papua, kemudian, tingkatkan perbaikan multi kesehatan dan pendidikan ditanah Papua. Dan stop diskriminasi aktivis mahasiswa, aktivis pro demokrasi yang ditahan atas kasus rasisme di seluruh Indonesia, terutama BEM Uncen dan USTJ.
"Harapan kami setelah kami menyampaikan kajian ini, bahwa wakil rakyat tidak lagi menutup telinganya untuk mendengarkan suara rakyat dan pemerintah tidak lagi menutup mata atas pelangaran HAM ditanah Papua, mulai dari mahasiswa Maikel Karet yang dibunuh, yang sampai saat ini kami belum lihat ada penyelesaian kasus ini, sampai dengan kasus di Ekspo terakhir," terangnya.
Baik Agus dan Ayus, serta keseluruh perwakilan BEM dan DPM sembilan Fakultas di Uncen keberatan dan menyayangkan sikap pelarangan aksi oleh aparat kepolisian dan lembaga Uncen. Padahal kata dia, setelah aksi demo, Uncen juga menggelar ibadah bersama minggu Adven. Sehingga, kekhawatiran akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dimungkinkan tidak terjadi. Namun demikian pihaknya berharap keputusan yang diambil olehnya bersama sembilan BEM dan DPM Uncen bisa dihormati oleh seluruh mahasiswa.
Ayus Heluka mengaku kecewa dengan pelaragan aksi demo. Dirinya berharap UU tentang kebebasan menyampaikan pendapat dimuka umum bisa diterapkan seluas-luasnya.
"Sebetulnya sudah jelas diatur dalam Undang Undang, atas hak menyampaikan pendapat dimuka umum. Namun yang terjadi malah dibungkam. Kami harap kedepan tidak ada lagi hal seperti ini,"ucap Ayus.
Sebelumnya, berbagai pihak baik pihak keamanan dan Pemerintah Provinsi menghimbau kepada seluruh warga mayarakat Papua tidak lagi menggelar aksi demo, pasca kasus persekusi mahasiswa Papua di Jawa Timur akhir Agustus lalu. Hal ini disampaiakan untuk menjaga kondusifitas Papua pasca demo anarkis di berbagai tempat di Papua, termasuk jelang Natal dan Tahun Baru 2020. Berbagai pihak juga was-was, jika aksi demo disusupi kelompok beda Idiologi, yang malah akan memperkeruh suasana yang sudah kondusif.**