JAYAPURA-Tokoh masyarakat adat Papua Selatan, John Gluba Gebze menilai, minat begitu banyak anak Papua, baik yang bersekolah di Papua maupun di luar Papua masih sangat kurang sehingga ikut menyebabkan rendahnya mutu pendidikan itu sendiri.
“Saya sudah sampai usia lanjut seperti ini pun masih terus membaca dan mencari literatur-literatur apa saja untuk membaca guna menambah pengetahuan, memperkaya informasi dan memperluas wawasan berpikir. Minat baca itu harus ditumbuhkan sejak masih di bangku sekolah malahan di dalam rumah tangga,” katanya di Merauke, Minggu.
Bupati Kabupaten Merauke periode 2000 – 2010 ini mengakui, dirinya terus bertekad menjadi teladan bagi generasi muda di Papua Selatan dalam hal membaca buku.
“Sekarang ini, hampir setiap hari saya melihat anak-anak memegang telepon genggam dimana saja mereka berada. Saya tidak tahu, apakah telepon genggam itu dimanfaatkan untuk tujuan yang baik, khususnya membaca informasi-informasi positif untuk perkembangan diri ataukah dimanfaatkan untuk meruntuhkan kepribadian mereka sendiri,”katanya. Apabila anak-anak kita tidak dapat membaca buku, maka paling kurang mereka membaca berbagai informasi positif yang ada di dalam telepon genggam itu.
Realitas membuktikan bahwa pada zaman ini, begitu banyak sarana teknologi hadir di sekitar kita termasuk teknologi yang memungkinkan manusia mendapatkan jutaan informasi. Namun, semua itu kembali lagi kepada minat membaca di dalam diri setiap orang.
Tokoh pemrakarsa pembentukan Provinsi Papua Selatan ini berpendapat, minat baca di dalam diri anak-anak usia sekolah harus ditanam dan ditumbuhkembangkan mulai dari dalam keluarga. Apabila di rumah, banyak orangtua tidak mempedulikan hal ini maka wajib hukumnya bagi para guru di sekolah untuk membangkitkan dan menumbuhkembangkan minat membaca dalam diri peserta didik.
Dengan demikain, putra-putri Papua khususnya anak-anak asli Papua memiliki kemampuan berpikir yang logis dan benar lantaran mereka sendiri rajin membaca berbagai buku dan literatur ilmu pengetahuan. “Kelebihan kita orang asli Papua adalah keaslian itu sendiri. Itu nilai lebihnya sedangkan yang lainnya tidak,” katanya.
Oleh karena itu, yang harus kita pikirkan dan upayakan bersama adalah bagaimana dengan “nilai lebih keaslian Papua” itu, orang Papua mendapatkan begitu banyak kemajuan di berbagai bidang kehidupan karena memiliki kemampuan yang setara atau melebihi mereka yang bukan asli Papua.
Kunci keberhasilan dalam menghadapi arus globalisasi dan zaman yang terus berubah ini adalah penguasaan ilmu pengetahuan dan keahlian. Hal itu diperoleh melalui jalan membaca dan terus membaca tanpa mengenal batas usia.
Dengan demikian, masyarakat asli Papua tidak boleh berhenti dan puas dengan keistimewaan sebagai Orang Asli Papua. Manfaatkan keistimewaan Orang Asli Papua itu untuk kemajuan dan kebaikan bagi semua orang tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan.
“Dengan membaca, kita menjadi Orang Asli Papua yang pluralis, tidak fanatik dan tidak radikal serta tidak primordialisme sempit namun tetap tegak kokoh berdiri di atas basis eksistensi kepapuaan kita,” tegasnya.
Terkait keteladanan dalam membaca buku, John Gluba Gebze mengatakan, minat membaca anak-anak usia sekolah dapat ditumbuhkembangkan apabila guru-guru pun menjadi teladan membaca buku. Jika guru-guru di sekolah tidak mempunyai minat membaca buku, bagaimana mungkin dia dapat menjadi teladan membaca bagi peserta didiknya di sekolah dan di luar lingkungan sekolah.
“Kita mengetahui bahwa minat membaca banyak orangtua di rumah masih merupakan sebuah mimpi sehingga harapan untuk membangkitkan minat anak-anak untuk membaca justru diletakkan di atas pundak para guru di sekolah,” katanya.
Kemiskinan minat membaca di lingkungan sekolah akan semakin parah apabila, guru-guru sendiri sepanjang jam kegiatan belajar-mengajar menghabiskan waktu untuk memperbincangkan gosip dan isu-isu murahan yang tidak produktif dan tidak sedikitpun menambah wawasan berpikir dan beretika.
Untuk itu, dirinya menyarankan kepada pemerintah kiranya membangun perpustakaan dan menambah buku-buku bacaan sesuai usia anak, sekaligus mewajibkan para guru mendampingi peserta didik membaca di perpustakaan sekolah. “Bagaimanapun juga, buku adalah jendela ilmu pengetahuan umat manusia untuk segala zaman,” kata John Gluba Gebze.*