MANOKWARI- Kordinator tim kuasa hukum AK, Yosep Titirlolobi, SH selaku kuasa Hukum terdakwa dugaan pidana korupsi pembangunan satu unit rumah guru SD yang beralamat di kampung Urat, Distrik Fakfak Timur, Kabupaten Fakfak mengungkapkan kekecawan dan kesal terhadap oknum Kasie Pidsus Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fakfak.
Kekecewaan itu disampaikan Yosep Titirlolobi, SH mengatakan, kliennya seharunya sudah mulai disidangkan perdana pada 27 November di Pengadilan Tipikor Manokwari, Papua Barat, namun JPU Fakfak Harul, SH mangkir dari sidang itu tanpa ada alasan dan klarifikasi. Anehnya lagi, kata Yosep, oknum JPU tersebut tanpa mengirim surat ke pada pihak pengadilan atas penundaan itu, namun hanya disampaikan melalui telepon.
"Itu artinya selain yang bersangkutan tidak hargai hakim pengadilan Tipikor, panitera, kuasa hukum terdakwa maupun keluarga terdakwa yang datang jauh dari Fakfak" ungkap Yosep, di Manokwari, Kamis (28/11).
Ditegaskan Yosep bahwa oknum Kasiepidsus Fakfak tersebut telah mempermainkan jadwal sidang yang sudah ditetapkan oleh Pengadilan Tipikor Papua Barat.
Oleh sebabnya, kuasa hukum Yosep menyarankan dan meminta agar yang bersangkutan diberi sanksi oleh Kejati Papua. Atau tegas Yosep, bila perlu dipindahkan keluar dari kejaksaan Negeri Fakfak.
Fakta lain yang dikecewakan oleh oknum pidsus itu bahwa selaku kuasa hukum AK, pihaknya belum memegang materi dakwaan. Padahal sesuai aturan bahwa 1 minggu sebelum sidang, JPU harus memberikan materi dakwaan, namun kenyataannya sampai sekarang belum ada.
"Padahal JPU sudah harus menyerahkan dokumen itu kepada kuasa hukum agar dipelajari, sebab mereka baru diberi kuasa oleh terdakwa AK untuk proses sidang" jelas Yosep.
Dikatakan Yosep bahwa kliennya itu disangkakan dengan kerugian negara sebesar Rp. 229 juta dari total anggaran Rp. 534 juta yang digelontorkan untuk membangun 1 unit rumah guru di Fakfak pada APBD tahun 2015 lalu.
Direktur Utama LBH Gerimis itu menegaskan bahwa pihak kejaksaan Negeri Fakfak harus serius mengikuti proses persidangan yang telah menyeret kliennya hingga ke meja hijau agar sama-sama membuktikan secara hukum.
Kata Yosep, dari keterangan klein bahwa Kepala Dinas Pendidikan Fakfak diduga menjebaknya dalam kasus ini. Kenapa, sebab pada saat pencairan dana tahap akhir proyek itu kliennya tidak berada di tempat dan tanda tangan AK dipalsukan agar proses pencairan berlangsung lancar.
Dengan demikian Yosep mengatakan, pihaknya sudah melaporkan pemalsuan tanda tangan kepada Polres Fakfak sejak April 2019 lalu. Namun belum diproses sampai sekarang, maka kalau sampai tidak diusut, maka Polres Fakfak akan diadukan ke Polda Papua Barat atau ke Mabes Polri.
Yosep menegaskan kepada kasie Pidsus Kejari Fakfak untuk tidak berfoya foya dengan uang negara, namun harus ke Manokwari untuk melaksanakan tugas selama persidangan berlangsung.
Dia pun ancam akan laporkan JPU ke Jaksa Agung apabila sidang berikutnya tidak hadir. Sebab untuk dampingi terdakwa AK, pihaknya kuasa hukum ada 7 orang.
Untuk diketahui bahwa AK adalah pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk proyek pembangunan 1 unit rumah guru SD di Fakfak, namun karena diduga adanya kesalahannya dalam administrasi dan pencairan mendahului sebelum proyek tersebut rampung 100 persen, sehingga disitilah terjadi dugaan kerugian negara. Akibatnya terdakwa AK mulai ditahan pada Jumaat (8/11) usai diterbitkan surat penahanan oleh Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Fakfak.
Jaksa Fakfak menjerat terdakwa AK dengan Pasal 2, subsider Pasal 3 jo. Pasal 55, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.