MULIA – Puluhan Kepala Kampung yang di non aktifkan oleh Bupati Puncak Jaya mendatangi kantor Bupati setempat, Kamis (28/11). Mereka ingin mendengarkan langsung tanggapan Bupati terkait hasil putusan Mahkamah Agung yang menolak upaya kasasi Pemerintah Kabupaten Puncak Jaya, terkait kasus penonaktifan 125 kepala kampung.
Bupati Puncak Jaya, Yuni Wonda, S.Sos, S.IP, MM yang menemui langsung para mantan kepala kampung tersebut , kemudian memberikan tanggapannya terkait hiruk pikuk persoalan kepala kampung
Tepat pkl. 15.00 WIT, Bupati didampingi Wakil Ketua DPRD Sementara Miren Kogoya, S.IKom, Kapolres Puncak Jaya AKBP. Mikael Suradal, MM, Dandim 1714/PJ Letkol. Inf. Agus Sunaryo, Plt. Sekda Tumiran, S.Sos, M.AP, Kepala DPMK Yahya Wonerengga, Kasat Pol PP Herman D Wanma,SSTP keluar menemui massa.
Salah seorang perwakilan massa yang ditemui mengungkapkan alasan kedatangan mereka hanya untuk mendengar penjelasan resmi dan apa yang akan dilakukan Bupati Puncak Jaya guna tindak lanjut hasil Putusan MA yang menolak kasasi MA. Dengan menggunakan bahasa dani Bupati dengan sabar memberikan penjelasan.
Menurut Bupati, pemerintah Puncak Jaya tidak pernah melarang masyarakat untuk menggugat ke pengadilan, karena semua sama di mata hukum dan proses hukum di republik juga adalah hal biasa.
“Pekerjaan saya sebagai bupati tidak boleh diintervensi oleh siapa saja. Hal yang sama Dandim maupun kapolres juga dalam evaluasi personilnya juga tidak mau angkat anggota siapa, itu keputusan kapolres mau memberhentikan dan mengangkat siapa saja dalam urusannya itu adalah kewenangan mereka,"tegas Bupati.
Pergantian Jabatan Hal Biasa
Menurut Bupati, rotasi dan pergantian jabatan dalam pemerintahan itu hal biasa dan terjadi di semua lini baik dari pusat sampai daerah. Bupati juga secara tegas menyampaikan bahwa hasil gugatan yang dibawa oleh massa dianggap telah kadaluwarsa.
"Yang digugat adalah SK Bupati PJ Nomor: SK.188.45/95/KPTS/2018 tgl 22 juni tahun 2018 lalu. Dalam perjalanannya dari SK tersebut ada yg sudah meninggal dunia, masuk menjadi anggota DPRD, Menjadi PNS. Kondisi demikian sesuai aturan UU sebagai pemerintah yang berwenang melakukan evaluasi tidak boleh ada kekosongan/kevakuman,” bebernya.
Sebagai Bupati, aku Yuni, dirinya wajib melakukan pergantian dengan kemudian merevisi SK 2018 yang saat itu digugat. Maka lahirlah SK. Bupati Nomor : SK.188.45/02/KPTS/2019 tanggal 19 Februari 2019 sebagai revisi dari SK 2018 yang digugat. Karena Pemerintah juga harus dinamis mengikuti perubahan yang terjadi, sehingga SK lama dinyatakan sudah tidak berlaku dan dengan sendirinya sudah gugur karena nomor dan materinyanya juga sudah beda
“Saya sadar bahwa saya bukanlah kebal hukum, namun menurut saya sebagai anak putra daerah suku dani asli, upaya dialog didalam honai itu lebih etis dibanding gugat menggugat sampai ke pengadilan,” sesalnya.
Bahkan sebagai bukti bahwa dirinya menghormati hukum, dia mempersilahkan masyarakat untuk melakukan proses gugatan. Menurut mantan Sekda Puncak Jaya ini, sudah saatnya prinsip adat didahulukan dengan dialog. Dirinya menyampaikan bahwa sebelum proses panjang ini berlanjut ke peradilan, telah dilakukan dialog dengan mereka yang tidak puas namun gagal dalam diskusi. Ujungnya, hasil dari putusan MA itu tetap dikembalikan ke Bupati sebagai Kepala Daerah.
"Hari ini jika saya laksanakan putusan MA mentah-mentah, copot ganti pejabat baru dengan yang lama, itu akan menjadi masalah. Pasti yang diganti juga ikut menuntut dan tidak terima tentu itu bukan solusi terbaik. Malah menimbulkan masalah baru. Banyak pertimbangan lain yang tentu harus dipikirkan"ungkapnya.
"Sebagai anak daerah yang saya ganti dari SK februari tahun 2019 juga, Om saya, anak saya, keluarga saya orang dani, juga keluarga kalian sendiri dalam honai. kecuali saya ganti orang lain boleh kita bersoal. Saya percaya bahwa kita ini semua paham, cuma karena ada tokoh intelektual yang memprovokasi dan membackup sehingga kalian rela panas, hujan, jemur badan tuntut sampai ke pusat,” sambungnya
Tuding Tokoh Intelektual
Bupati Yuni juga menegaskan bahwa motif masyarakat kita itu sederhana, yaitu penjelasan dan ada nafkah yang bisa dipakai untuk menghidupi diri dan keluarga. Namun karena disinyalir ada tokoh intelektual yang ingin mengambil keuntungan dari kasus ini, Bupati sangat menyayangkan bahwa masyarakatnya hanya dimanfaatkan sebagai alat saja dengan menjanjikan ini dan itu. "Sekarang minta ke tokoh yang janjikan minta SK. Bupati ke mereka. Jangan persoalan ini dibawa terus menerus sehingga pembangunan di Puncak Jaya terhambat karena masalah ini saja" tegasnya
Bupati juga secara tegas menantang pihak luar yang mencoba usil ciptakan perpecahan melalui media Massa maupun media sosial untuk datang berdiskusi dengannya tentang Puncak Jaya.
"Kebiasaan ganti mengganti karena meninggal, mayat belum kubur sudah datang bawa surat usul minta bupati ganti kepala kampung itu tidak baik. Pemerintahan ini bukan sistem kerajaan bisa gonta-ganti dari keluarga sendiri. Saya harap seluruh pegawai, masyarakat jangan terlalu intervensi banyak. Sampai hari ini masih ada orang provokasi dengan menggoreng masalah sangat banyak. Mereka yang diluar jangan hanya bicara disana ada kewenangan apa, tidak tahu keadaan masyarakat di Puncak Jaya, mengaku sebagai anak Puncak Jaya padahal tidak disini seolah-olah paham masalah. Jika cinta kami, anda harus datang ke Mulia baru kita bicara/diskusi disini baik-baik. Karena pemerintahan tidak pernah habis"Jelas Bupati.
Sebagai solusi dari masalah ini, Bupati janjikan ada lowongan posisi ormas/LMA yang kosong bagi mereka yang mampu dan dianggap layak dari mantan kepala kampung untuk menempati jabatan itu. "Kalau butuh pekerjaan, datang baik - baik, bicara baik- baik pekerjaan pasti saya bisa kasih posisi di ormas LMA"pungkasnya
Selepas menerima penjelasan dari Bupati, massa yang puas menerima jawaban kemudian membubarkan diri dengan tertib.**