"Orang Amerika Pikir, Papua Bukan Bagian Indonesia"

Anak Kalobo Yang Bercerita Soal Noken dan Raja Ampat di Amerika Serikat

Nur Hayyu (kiri) saat memperkenalkan Indonesia khususnya Papua di Arizona Amerika Serikat /dok. Ayu

SORONG-Membanggakan, nama Papua-Indonesia terus dicitrakan oleh salah satu putri kelahiran Kalobo, Sorong, Papua Barat 15 Mei 1992 di dunia Internasional.

Nur Hayyu Supriatin, lulusan SD Inpres 90 Kalobo dan SMP Negeri 3 Salawati dulunya hanyalah anak kampung yang tidak pernah bermimpi bakal berada di Negara Adi Kuasa, Amerika Serikat.

Usai lulus dari MAN Model Sorong, ia melanjutkan studinya di Universitas Muhammadiyah Sorong mengambil program studi bahasa Inggris. Sempat menjadi wartawati media cetak terbesar di Sorong, Ayu sapaan akrabnya kemudian menjadi aktivis pendidikan anak.

Saat ini ia sedang mengenyam pendidikan lanjutan melalui beasiswa Aminef di Mesa Community College Arizona Amerika Serikat jurusan Early Childhood Education Specialist.

Dalam wawancara Indonesia - Arizona, Ayu menuturkan bahwa program yang dijalani olehnya adalah Community College Initiative Program (CCIP) dari Pemerintah Amerika Serikat.

Ada 5 pilar dalam program ini, yaitu Ecademic, Internship, Volunteering, Cultural exchange, dan Leadership. "Beasiswa ini dari Pemerintah Amerika untuk Indonesia dikelola oleh AMINEF atau Fullbright Indonesia. Wilayah Papua dan Papua Barat sendiri disponsori oleh PT. Freeport Indonesia. Untuk kegiatan keseharian, Saya kerjain tugas, membaca buku di perpustakaan, dan masuk kelas. Kelas pertama Cultural Society Introduction (CSI) ini tentang US culture Jam 2-4pm.

Kelas kedua Child Development 4.25-7pm. Terus ke supermarket, namanya Target untuk belanja keperluan besok.

Sebab besok, Jumat Jam 10 saya berngkat ke Lake Pleasant untuk ikuti Global Leadership selama 3 hari dan sekarang Jam 9 Saya kerja tugas untuk Final Project. Disini semua berjalan dengan tepat pada waktunya. Satu menit itu sangat berharga," tuturnya melalui percakapan whats app, Sabtu (23/11).

Diceritakan olehnya, untuk memperoleh beasiswa ia mengikuti beberapa tahapan. Mulai dari mengirimkan berkas dan essay berbahasa Inggris pada Desember 2018, dimana dalam essay tersebut ada sekitar 11 pertanyaan. Bertanya tentang kepribadian, komunitas, rencana kedepan apa dan pengalaman bidang kepemimpinan apa saja.

Kemudian seleksi berkas di Jakarta langsung oleh pihak Aminef dan US Ambbesy. Pada bulan Januati, setelah dinyatakan lolos ada sekitar 300 peserta termasuk anak-anak Papua 5 orang dan Papua Barat 5 orang.

Dalam wawancara tersebut dilakukan langsung oleh Pihak Kedutaan Amerika, Direktur Aminef, Psikolog, alumni Fullbright dan perwakilan PT. Freeport Indonesia.

Pertanyaannya seputar apa kontribusi yang sudah dilakukan, mengapa layak mendapatkan beasiswa dan kedepannya mau seperti apa. Sekaligus tes TOEFL.

Sebulan kemudian, tepatnya pada Maret 2019, pengumuman lolos wawancara dari Papua Barat 1 orang dan Papua 3 orang. Tapi karena dari Papua 1 orang berhalangan hingga diambil cadangan 1 orang dari Papua Barat. Sehingga yang berhasil memperoleh Beasiswa ke Amerika berjumlah 4 orang dari Papua 2 orang dan Papua Barat 2 orang.

Setelah itu, Ayu dan peserta lainnya kembali menulis Final Essay mengenai jangka pendek dan panjang mereka selama mendapatkan beasiswa tersebut.

Pada April 2018, semua peserta melakukan Medical Check up dan suntik Vaksin. Dilanjutkan wawancara Visa pada Mei 2019, Pre departure orientation atau persiapan keberangkatan Juni 2019 hingga departure atau keberangkatan pada 19 Juli 2019.

Selama 4 bulan disana, Ayu mengaku ada suka duka yang dirasakan, tapi lebih banyak sukanya.

"Sedihnya hanya kangen Indonesia. Bulan pertama adjusting sama waktu karna beda 16 Jam dari WIT. Lalu Makanan, di Arizona gak ada restoran Indonesia. Dan kita harus menyesuaikan makanan disini. Lalu cuaca pas datang itu Juli kan pas summer dan panasnya bisa sampai 45 Celsius.Nah sekarang kita adjusting lagi dengan perubahan Cuaca di musim gugur atau Fall yang mana bisa sampai 4 Celsius," tuturnya.

Ditambahkan oleh Ayu selama mengenyam studi disana, dirinya dan anak-anak Papua lainnya tidak melupakan budaya mereka sebagai anak Kelahiran Papua.

Terkejut

"Pertama kali memperkenalkan Papua banyak yang terkejut. Mereka pikir Papua itu Negara sendiri, bukan bagian Indonesia. Kemudian Saya mulai mengenalkan Wilayah Papua dan Papua Barat termasuk membawa Peta Indonesia dan mengenalkan pulau Papua. Termasuk mengenalkan Budaya lokal Papua Barat seperti Kain rumput, mahkota kasuari, gambar burung Cendawasih, indahnya Raja Ampat serta tak lupa kuliner Papua. Banyak dari mereka tertarik untuk belajar budaya Indonesia khususnya Papua,"urai Ayu.

Nur hayu (kedua kanan) berfoto bersama penerima beasiswa Aminef lainnya di Amerika Serikat /dok. Ayu

Dirinya berharap dengan mengenyam studi di Negeri orang, sekembalinya ke Papua dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat khususnya dibidang pendidikan. Diantara sekian rencana, beberapa diantaranya adalah membuka diskusi bersama sejumlah pemuda Papua Barat di grup online media massa. Disana, Ayu berbagi mengenai pengalamannya mulai dari terjun ke penggiat pendidikan, hingga cara memperoleh beasiswa.

"Saya juga akan memperbanyak rumah baca di setiap kampung. Bukan hanya sekedar tempat membaca, tapi akan lebih seperti Taman Kanak-kanak yang semuanya akan dikelola oleh masyarakat kampung. Selain itu, disini Saya juga sudah mulai membuka dialog dan partnership dengan beberapa lembaga atau organisasi untuk kemajuan pendidikan bagi masyarakat Papua dan disabilitas. Insyaallah, awal tahun depan Saya juga akan menginisiasi launching belajar online bahasa Inggris, Perancis, Spanyol yang dikelola oleh teman-teman Saya disini dan itu semua gratis. Kalaupun ada berbayar untuk premium, akan Kami serahkn buat kemajuan pendidikan di Papua," harapnya. *