MANOKWARI- Direktur LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy mengkritik masuknya Ketua MRP Provinsi Papua Barat, Maxsi Nelson Ahoren sebagai anggota Panitia seleksi (Pansel) pada tahapan seleksi anggota DPR Papua Barat melalui mekanisme pengangkatan. Menurut dia, SK Gubernur Papua Barat terkait pengangkatan anggota pansel cacat hukum.
Pasalnya, ungkap Warinussy, didalam Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Nomor 4 tahun 2019 tidak menghendaki ketua maupun anggota MRP-PB menjadi Pansel, melainkan harus mengutus masyarakat adat sebagai anggota Pansel.
“Lembaga kultur MRP-PB harusnya menunjuk dan bukan menggunakan kewenangan untuk masuk menjadi anggota Pansel. Jadi Itu artinya sudah cacat hukum," kritiknya Sabtu (9/11).
Menurutnya, jangan karena kepentingan MRP-PB dan calon anggota DPR lalu membuat lembaga DPR Papua Barat yang terhormat jadi korban.
Secara terpisah, Sekretaris Pokja Adat MRP Mesakh Kombado menegaskan bahwa tugas MRP-PB tidak menyalahi aturan. Sebab MRP mewakili masyarakat adat masuk pansel.
Menurut Kombado yang perlu diperhatikan saat ini adalah kenapa anggota DPR Papua Barat, fraksi otsus masa tugasnya belum berakhir sama dengan anggota DPR dari partai politik.
"Tugas mereka harusnya berakhir dengan anggota DPR dari partai politik. Lalu kalau mereka masih terima hak, maka bisa terjadi temuan" ungkap Kombado, Jumat (8/11) di Gedung MRP.
Sementara itu, Ketua MRP PB Maxsi Nelson Ahoren yang kini masuk anggota pansel mengaku bahwa tidak ada yang salah, sebab tugas pansel hanya berjalan selama waktu 2 hingga 3 bulan kedepan.
Ditanya tugas utamanya sebagai ketua MRP?, Maxsi mengutarakan bahwa tidak menjadi masalah, artinya dua tugas itu tetap berjalan.
Dia menegaskan bahwa satu hal yang perlu diperhatikan oleh para calon anggota DPR fraksi otsus adalah nama keaslian dan nama dusun dari kabupaten, kota masing-masing wilayah adat yang dijaring oleh Panja Kabupaten, kota untuk diserahkan kepada MRP-PB agar mendapat pertimbangan dan persetujuan sebelum ke tingkat Pansel provinsi.**