SORONG-Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Atal S. Depari dalam materinya di kegiatan Forum Komunikasi Pers Biro Humas dan Protokol Setda Papua Barat menjelaskan tentang kode etik jurnalis (KEJ) kepada puluhan wartawan di Papua Barat, Rabu (30/10).
Atal mengarahkan wartawan untuk tidak melanggar kode etik dalam tugas jurnalis. Atal juga menjelaskan tentang beberapa poin penting dalam KEJ.
"Misalnya wartawan harus independen, berimbang, tidak beritikad buruk, faktual dan jelas sumbernya, menguji informasi, tidak menyebut nama korban susila dari pelaku kejahatan di bawah umur, tidak menyalahgunakan profesi, dan tidak berprasangka diskriminatif" katanya.
Untuk mendapat informasi penting banyak caranya, misalnya saat akses susah mendapat data akurat tentu saja bisa menyurati pihak sumber diinstansi terkait untuk tujuan wawancara.
Kemudian kalau tidak direspon oleh instansi tersebut, maka cara lain adalah bisa lakukan investigasi ke instansi itu, meskipun investigasi jurnalis sangat membutuhkan waktu lama dan memberatkan kepada seorang jurnalis.
Akan tetapi, katanya dia, seorang jurnalis harus bersabar agar setiap data yang dipublis akurat dan bertanggung jawab serta tidak keluar dari kode etik jurnalis.
Kaitan dengan hubungan kerja jurnalis dengan pemerintah, Atal mengungkapkan bahwa kerjasama wajib dilakukan, sehingga ada hubungan timbal balik dalam kerjasama dimaksud.
Kemudian kalau pun terdapat masalah pemberitaan yang merugikan dengan instansi pemerintah, banyak cara untuk menyelesaikan, salah satunya datangi dan selesaikan sesuai KEJ.
"Selesaikan masalah pemberitaan di instansi pemerintah maupun dimana saja harus jurnalis bertanggung jawab dan wajib menyelesaikan dengan kode etik jurnalis. Untuk menyelesaikan masalah pemberitaan ada organisasi wartawan yang dapat membantu," ungkap Atal.
Profesional
Kerja profesi wartawan diatur kode etik jurnalis secara pusat melalui Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Untuk lebih jelasnya, Atal Depari menegaskan bahwa kerja jurnalis tidak diatur dalam UU Otsus, maka tidak berlaku di daerah khusus, sebab wartawan harus profesional.
Kemudian pekerja wartawan di daerah Papua sering mengalami masalah serius dengan etika kerja jurnalis dalam kaitannya dengan UU Otsus saat ini. Bahkan wartawan di tanah Papua harus waspada dalam mengelola sebuah informasi, sebab Papua dikenal dengan adat yang kuat.
Berlanjut Atal menerangkan bahwa wartawan tetap independen meskipun ada tantangan dalam tugas jurnalis, salah satunya harus bertanggung jawab atas semua informasi dan wartawan harus mengedepankan kode etik jurnalis.
Salah satu peserta wartawan, Triyadi mempertanyakan tentang penulisan berita dengan suara hati, kata Atal, wartawan harus lebih teliti dari setiap informasi, baik itu lewat medsos dan informasi dari segi media ciber lainnya.
Dalam materi kode etik jurnalis dipandu langsung oleh Ketua PWI Papua Barat, Bustam. Untuk diketahui bahwa beberapa sumber informasi menyebutkan bahwa Pers dan wartawan mempunyai kelemahan, adakalanya berbuat salah, kurang seksama dan kurang data.
Kemudahan adakalanya naif, blo’on, adakalanya sok pintar. Dalam segala kekurangannya, pers dan wartawan itu terpanggil untuk bersikap serius tentang peranan dan tanggung jawabnya. Diantara peranan dan tanggung jawab yang pelik diantaranya adalah tanggungjawab menggunakan kebebasannya.
Tanggung jawab itu berat, karena apa yang ditulis dan tidak ditulis dapat mempunyai pengaruh. Secara cermat harus mempertimbangkan dampak pemberitaannya. Oleh sebab itu dengarkan suara hati, sebagai pedoman. Dengan melibatkan suara hati pers dan wartawan tidak akan bertindak gegabah.*