MANOKWARI- Kuasa Hukum Filep Wamafma, Frengky Wambrauw, SH resmi mempolisikan 7 orang anggota Majelis Rakyat Papua Papua Provinsi Papua Barat di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Manokwari, Jumat, (20/9) kemarin.
Ketujuh anggota MRP-PB itu dipolisikan karena diduga telah melakukan pencemaran nama baik terhadap Filep Wamafma, SH,.M.Hum selaku mantan panitia seleksi (Pansel) anggota MRP-PB.
Adapun para terlapor merupakan anggota MRP - PB aktif yaitu Yusak Kambuaya, Amiruddin Sabuku, Agustina Ambore, Septer Warbete, Levinus Wanggai, Flora Rumbekwan, dan seorang pengacara bernama Gautama.
Frengky Wambrauw menjelaskan, duduk perkara sehingga ketujuh anggota MRP dilaporkan ke polisi bermula dari pernyataan mereka di media online yang menuding kliennya, Filep Wamafma turut campur tangan sehingga membuat mereka kalah dalam persidangan gugatan terhadap SK gubernur dan SK Mendagri di PTUN Jayapura.
"Kaitan dengan tuduhan itu maka korban perintahkan saya membuat laporan polisi sehingga para terlapor bisa mempertanggung jawabkan pernyataan mereka di hukum" tegas Wambrauw, Sabtu (21/9).
Selaku korban dalam masalah ini, Filep Wamafma sangat dirugikan, maka ia pun berpendapat bahwa didalam PP Nomor 54 Tahun 2004 tentang pemilihan anggota MRP dilakukan oleh tim seleksi, atau yang disebut Panitia Pemilihan MRP (Pasal 5) ayat (1).
Tim seleksi ini ditetapkan dengan Keputusan Gubernur seraya memperhatikan pendapat DPR dan masyarakat. Pada poin ini, kelima nama yang ditetapkan sebagai tim seleksi yakni Obet Arik Ayok Rumbruren (Ketua, unsur adat), P. Zadrak Rumbiak (Anggota, unsur agama), Filep Wamafma, SH., M.Hum (Anggota, unsur akademik), DR. Anike Monim (Anggota, unsur perempuan), Drs. Musa Kamodi, M.Si (unsur pemerintah), Pieter Waine, SH., MH (unsur Kepolisian), dan Suwarsono, SH., MH (unsur Kejaksaan).
Menurut dia bahwa seluruh penjelasan ini sejatinya mau menekankan bahwa objek sengketa menjadi naïf dan salah arah untuk ditujukan kepada Tim Seleksi c.q. Filep Wamafma, SH., M.Hum.
Hal ini justru membuat berkembangnya stigma terhadap pribadi Filep Wamafma, SH., M.Hum, dan berpotensi menyerang kehormatan/nama baiknya.
Untuk itu, Filep Wamafma memiliki hak untuk mengadu secara pidana kepada Penyidik, bila terdapat cukup bukti bahwa nama baiknya tercemar lantaran stigma yang disebarkan oleh oknum tertentu.
" Stigmatisasi pasca Putusan PTUN Jayapura Nomor 40/G/2017/PTUN.JPR, pada gilirannya menghadirkan babak baru sekaligus wilayah baru pertarungan hukum di ruang pidana. Harus diingat bahwa justru stigmatisasi dapat membunuh karakter personal seseorang yang telah dibangun secara beradab selama bertahun-tahun" kata Filep.
"Kita berharap semoga permasalahan ini tidak menggunakan anasir politik sebagai tameng untuk menjatuhkan orang lain, dan/atau menaikkan popularitas oknum tertentu" harapnya.**