MANOKWARI -Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Papua Barat, Musa Sombuk mengaku telah mendapat pengaduan dari mahasiswa Universitas Papua (Unipa) di kabupaten Manokwari atas pemalangan kampus.
Pengaduan itu semenjak adanya unjuk rasa di Manokwari pada 19 Agustus lalu. Sombuk mengatakan, di Unipa ada beberapa internal dan eksternal.
Pemalangan Kampus Unipa yang dilakukan siswa bukan karena ujaran rasisme terhadap siswa Papua di Surabaya dan Malang, Jawa Timur pada Agustus lalu.
Melainkan sudah ada masalah internal yang ada, misalnya masalah internal akademik, pengrusakan kediaman Rektor Unipa, dan masalah pembayaran SPP.
Kemudian muncul ujaran rasisme. Mahasiswa Unipa pun membantah pemalanfan kampus sebagai bentuk protes mogok perkuliahan.
Sombuk meminta masalah internal dan eksternal kampus diselesaikan dengan baik agar perkuliahan berlangsung normal.
Secara terpisah salah satu tokoh politik muda asal Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Papua Barat, Marinus Bonepai mengutarakan bahwa kampus Unipa harus dibuka dan perkuliahan kembali normal.
Menurut Bonepai, kampus adalah tempat dimana mahasiswa menuntut ilmu, maka hal ini harus diatasi bersama.
Sumber daya manusia Papua akan tercipta melalui didikan kampus. Namun jika ada pemalangan berkepanjangan, maka mahasiswa itu rugi, termasuk orang tua yang sudah membayar anak mereka kuliah juga rugi biaya.
"Jadi mahasiswa rugi, rugi besar, kampus sendiri rugi dan SDM Papua tidak bisa mencapai sukses di dunia pendidikan" kata Marinus kepada wartaplus.com , Senin (16/9).
Untuk itu, Bonepai menilai perlu pihak rektorat untuk menyikapi masalah di dalam kampus internal, jika perlu kata dia bangun diskusi dengan mahasiswa agar ada solusi yang perlu.
Kaitan dengan ujaran rasisme untuk pelajar Papua di Surabaya sudah menjadi tanggung jawab pihak penegak hukum di sana.
Oleh karena itu, dia menambahkan masalah di Surabaya dan Malang, Jawa Timur jangan membuat mahasiswa Unipa menjadi korban kuliah. "Masa depan mahasiswa Papua untuk masa depan tanah Papua" tutup Marinus. *