JAYAPURA - Sebanyak 10 senjata api milik aparat dirampas oleh sekelompok masyarakat saat pengamanan aksi unjuk rasa protes rasisme mahasiswa Papua di halaman Kantor Bupati Deiyai, Rabu (28/8).
Perampasan 10 pucuk senjata ini dibenarkan Kepala Kepolisian Daerah Papua, Inspektur Jenderal Polisi Rudolf Albert Rodja dalam pesan singkatnya yang diterima, Rabu (28/8) malam. Aksi perampasan itu diwarnai penembakan para pelaku ke arah petugas TNI-Polri yang sedang melakukan pengamanan unjuk rasa.
“Sekitar 10 pucuk senpi dirampas. Mereka sambil melakukan penembakan ke arah petugas TNI-Polri,” kata Rodja.
Menurut Rodja, aksi unjuk rasa itu awalnya berlangsung damai. Massa yang berkisar 1.000 orang mendatangi halaman Kantor Bupati dilanjutkan melakukan waita (tarian) disusul penyerangan terhadap aparat keamanan TNI-Polri.
“Awalnya 100 orang sudah berada di halaman Kantor Bupati Deiyai, mereka tengah melakukan orasi. Namun tiba-tiba 1.000 orang massa datang menyusul, sebagian melakukan penyerangan terhadap mobil dan anggota personel TNI-Polri,” terangnya.
Satu anggota TNI AD bersama Serda Rikson meninggal dunia akibat luka sabetan parang. Serda Rikson juga mengalami luka tusuk anak panah pada bagian kepala. “Massa langsung anarkis, mereka merampas 10 pucuk senjata milik aparat,” ungkapnya.
Jenderal asal Nusa Tenggara Timur ini mengakui adanya tindakan tembakan balasan kepada massa yang membawa senjata api. Dua warga sipil meninggal dunia dalam insiden ini. “Korban dari warga 2 orang, bukan 6 orang,” tegasnya meluruskan.
Dia menambahkan, seluruh korban telah dievakuasi ke Enarotali. Sementara situasi keamanan terakhir dalam kondisi aman.”Situasi malam ini aman,” tandasnya.*