MANOKWARI-Aset pemerintah daerah Provinsi Papua Barat menjadi atensi lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK), salah satunya adalah aset tidak bergerak seperti rumah dinas DPR Papua Barat yang terletak di kampung Susweni atau kampung Bakaro distrik Manokwari Timur, kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat.
Bahkan aset tidak bergerak itu dibahas oleh Bidang Pencegahan Korupsi oleh lembaga KPK saat pertemuan tertutup bersama Gubernur Dominggus Mandacan, kepala OPD dan DPR Papua Barat di kantor gubernur Papua Barat.
Ketua komisi A DPR Papua Barat Yan Anthon Yoteni setelah pertemuan pada Kamis (1/8), mengatakan, saat ini ada 7 orang anggota DPR aktif yang tempati rumah dinas tersebut.
Sementara rumah tersisanya ada mantan anggota DPR periode 2009-2014 yang juga menempati, termasuk masyarakat umum. Kenapa demikian, sebab mereka yang tempati rumah ini rata-rata hanya penghuni sementara. Termasuk anggota DPR aktif saat ini.
Diakui Yoteni bahwa surat penyitaan oleh KPK melalui pemprov sudah diterima penghuni rumah dinas DPR tersebut. Dikatakannya bahwa perumahan DPR ini dibangun pada 12 tahun lalu melalui sumber APBD provinsi yang adalah inisiatif DPR.
Dengan demikian seluruh kekurangan dan perawatan harus melalui sekretariatan dewan Papua Barat. Bukan bagian aset pemprov. Dikatakan Yoteni, semenjak mereka masuk dan tempati rumah ini belum pernah melihat dokumen atau dasar hukum aset daerah ini, maka status rumah dinas ini akan berdampak buruk hukum bagi pemprov Papua Barat.
Lucunya lagi tidak ada Pergub dan perdasi yang mengatur tentang rumah dinas DPR ini, sehingga apakah masuk dalam aset daerah atau tidak ada. Namun yang diketahui adalah rumah dinas DPR masuk melalui setwan tanpa Pergub.
Hal kedua yang dipersoalkan adalah ketika DPR periode 2014-2019 aktif harusnya menempati rumah dinas tersebut, namun ketika itu rumah dinas ini tidak terawat oleh pemerintah. Bahkan mereka (DPR aktif) saat itu sebelum tempati harus meminta dan memohon kepada bagian aset Pemprov untuk menempati, namun tidak ditanggapi selama 6 bulan.
Lalu dihubungi oleh Wagub Irene Manibuy saat itu, bahkan Wagub mengatakan tidak ada dasar hukum tentang rumah dinas tersebut, maka rumah dinas ini dikembalikan kepada dewan untuk mengatur produk hukum.
Termasuk almarhum Sekwan Kondororik juga mengakui belum ada dasar hukum tentang rumah dinas tersebut. Dengan demikian anggota DPR aktif pun tinggal, namun mereka harus berkorban untuk biaya sendiri memperbaiki kekurangan dari rumah dinas tersebut.
"Selama kita tinggal disini tidak ada perhatian dari pemerintah untuk biaya kekurangan di rumah dinas tersebut" katanya Yoteni.
Lanjut dia, saat ini KPK akan masuk untuk menyita perumahan dinas DPR. Pertanyaan, KPK kalau masuk berarti ada konflik. Padahal sama sekali mereka yang menghuni rumah itu tidak ada niat sedikitpun untuk miliki, lalu kenapa KPK bisa menyita aset ini.
Dengan demikian Yoteni melihat bahwa ada pelantaran aset daerah oleh Setwan. Sebab aset DPR ini dibawa tanggung jawab setwan dan bukan bagian aset Pemprov.
Untuk itu anggota DPR akan mempersoalkan rumah dinas ini kepada polisi sehingga silahkan polisi datang untuk mengecek masalah besar di rumah dinas DPR.
Dia pun menegaskan bahwa tugas KPK untuk pemberantasan korupsi sangat didukung oleh DPR, namun bagian rumah dinas ini harus diperjelas statusnya. Sebab kalau mau dilihat selama ini tidak ada biaya perawatan, maka kalau pun ada pihak yang klaim bahwa milik aset Pemprov, kenapa tidak dirawat.
Yoteni juga minta kepada KPK untuk mengecek kepada bagian setwan dan aset daerah tentang uang perawatan aset rumah dinas DPR ini. Sebab diduga uang perawatan dimakan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab.
"Bukan karena sekarang kedatangan KPK, lalu pemprov mulai ungkit rumah dinas ini, seakan-akan menyalahkan DPR yang menempatinya," katanya.
Kembali ditegaskan Yoteni bahwa tidak ada kata hati sedikit pun untuk memiliki rumah dinas tersebut. Bahkan DPR yang tempati masih aktif. Hal lain yang harus diketahui wartawan bahwa uang perumahan atau sewa rumah DPR tidak diterima, bahkan dipotong oleh bagian setwan.
Dengan demikian timbul pertanyaan, kemana uang yang dipotong, sebab DPR hanya menerima hak setiap bulan. Kemudian kata dia, kalau uang perumahan dipotong, kenapa rumah dinas ini tidak dirawat dan harus dibebankan kepada mereka yang saat ini tempati.
Untuk lebih jelasnya, Yoteni menyarankan kepada gubernur, DPR, inspektorat provinsi, BPK, BPKP, setwan dan bagian aset Pemprov untuk duduk bersama bahas aset tidak bergerak di DPR Papua Barat, sehingga jangan masalah ini merugikan pemerintah dimuka hukum oleh KPK.*