MANOKWARI- Pasca-tahapan pemilu presiden dan legislatif tahun 2019 menuai banyak komentar masyarakat yang diduga sarat pelanggaran, baik pengurangan suara, penambahan suara, dan money politik.
Hal yang sangat aneh lagi, badan pengawas pemilu (panwas) tingkat TPS, Distrik, kabupaten dan Provinsi Papua Barat dinilai tidak mampu menelusuri sejumah pelanggaran pemilu.
Mantan ketua KPU Kabupaten Manokwari, Alberth Burwos menegaskan bahwa tahapan pemilu serentak tahun 2019 harus dievaluasi menyeluruh. Kenapa, sebab beberapa daerah seperti di Kabupaten Manokwari, Teluk Bintuni, Teluk Wondama, Fakfak dan Maybrat terjadi riak tentang tahapan pemilu.
Meskipun tahapan di KPU kabupaten telah selesai lebih dulu, namun tahapan itu menimbulkan keributan oleh peserta pemilu di saat pleno KPU.
Burwos mengatakan, seharusnya KPU menyiapkan data C1 Plano di saat presentase PPD di KPU, namun kenyataannya tidak didapat dibuktikan ketika ada komplain dari peserta pemilu sehingga menimbulkan aksi protes parpol yang menimbulkan keributan.
"Jadi kalau melihat keributan di KPU semuanya protes dengan penyiapan data C1 plano, sebab dasarnya itu memastikan suara caleg. Ditambah lagi penghitungan kertas suara untuk 1 kotak suara saja memakan 1-3 jam. Dalam artian sekali menghitung lima kotak suara memakan 30 jam," kata Burwos kepada wartaplus.com pasca pleno KPU Maybrat di KPU Provinsi Papua Barat, Kamis (18/5).
Menurutnya, para saksi parpol dan penyelenggara pemilu di TPS yang lebih merasakan kecapean. Oleh sebab itu, Burwos berharap ada evaluasi tahapan pemilu.
Contoh kasus pleno KPU Maybrat di tingkat KPU Provinsi Papua Barat menimbulkan persoalan, sebab Bawaslu dan KPU Maybrat tidak mampu buktikan data kepada peserta pemilu. *