JAYAPURA - Sekolah Menengah Atas Negeri Keberbakatan Olahraga (SMANKOR) Papua, yang berlokasi di Bumi Perkemahan (Buper) Waena, Kota Jayapura, dipalang warga setempat yang mengaku sebagai pemilik sah atas tanah.
Akibatnya, sebanyak 118 siswa sama sekali tidak melakukan proses belajar mengajar sejak 18 April 2019 hingga kini. Pemalangan ini pun diduga lantaran adanya proses pembayaran lahan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Papua kepada salah satu warga, tanpa sepengetahuan Stenly Puraro selaku pemilik sertifikat lahan seluas 10 hektar itu.
Stenly Puraro menegaskan, dirinya akan tetap memalang sekolah sampai pihak Dinas Pendidikan Provinsi Papua menunjukkan itikad baik menyelesaikan persoalan, dengan menghadirkan pihak Badan Pertanahan Nasional, orang lain yang menklaim diri sebagai pemilik tanah, serta pihak kepolisian.
“Kami palang tanah ini karena pihak Dinas Pendidikan Provinsi Papua tak hargai kami. Oknum di dalamnya menipu kami. Kalau benar mereka ingin mnyelesaikan persoalan ini secara baik kenapa sampai sekarang tidak ada itikad baik bertemu dengan kami. Kami bukan keluarga palang memalang, tapi karena kesabaran kami sudah habis,” tegas Stenly kepada awak media di SMANKOR Buper, Jumat (17/5) kemarin.
Sebelumnya, Stenly pun sudah memenuhi permintaan Dinas Pendidikan Provinsi Papua pada 15 Oktober 2018 lalu untuk membawa dokumen kepemilikan dan pelepasan tanah. Namun kata dia, pihak dinas tersebut tidak menindaklanjuti kesepakatan dalam pertemuan itu.
Kasub Unit Pelaksana Teknis Daerah SMANKOR Papua, Tinneke Ansaka mengatakan, permasalahan ini sudah disampaikan ke pihak Dinas Pendidikan Provinsi Papua. "Hanya saja sampai sekarang belum direspon," bebernya.
Tinneke mengatakan, kasus pemalang yang dialami SMANKOR Papua ini sudah terjadi kesekian kalinya, dan berlangsung paling lama. Buntutnya, para siswa kelas X dan XI terpaksa melaksanakan ujian dengan meminjam ruangan di SMA 3 Buper. “Kami dari pihak sekolah hanya tahu proses belajar mengajar saja, sehingga tak tahu kenapa soal ini belum selesai,” ungkapnya.
Tidak sampai di situ, menurut Tinneke, persiapan PON bisa saja terganggu akibat pemalangan ini. Sebab di sekolah ini ada beberapa cabor yang diikuti, diantaranya sepak bola, tinju, voli, dayung, basket dan takraw. “Persiapan mereka tentu berpengaruh. Sebab mereka saja macam sudah malas. Kami sebagi guru sedih melihat mereka,” tandasnya.
Abdrean, salah satu siswa kelas XI IPA SMANKOR, mengaku kecewa dengan adanya pemalangan terhadap sekolah dan asrama. “Sebab selain tak bisa belajar, tapi juga kami berpencar di luar asrama. Juga ada yang kembali ke daerah asal,” akunya.
Seharusnya, harap Abdrean, ia bersama teman-temannya mesti mendapatkan pembelajaran serta pendapat pelatihan untuk persiapan PON. Namun apa yang dialami para siswa yang juga calon-calon atlit berbakat ini, berbanding terbalik dari apa yang digaungkan oleh pemerintah yaitu sebagai lumbung atlet olahraga. *