MANOKWARI- Komite Pimpinan Kota Manokwari Forum Independen Mahasiswa West Papua dan perwakilan pelajar SD melakukan demo damai di gedung Majelis Rakyat Papua di Manokwari Provinsi Papua Barat, Kamis (2/5).
Bentuk aspirasi dilakukan dalam tuntutan yang dituangkan dalam spanduk. Adapun tuntutannya adalah gratiskan pendidikan di seluruh Tanah Papua, hentikan kapitalisasi pendidikan di seluruh Tanah Papua.
Berikut poin tuntutan dari para mahasiswa ini.
1. Pemerintah indonesia segera membuat perda dan perdasus pendidikan gratis di tanah Papua.
2. Stop kapitalisasi pendidikan
3. Stop intervensi militer dalam kampus dan sekolah
4. Stop memperluas dalam dunia pendidikan seluruh tanah Papua
5. Stop diskriminasi dalam dunia pendidikan seluruh tanah Papua
6. Pemerintah Indonesia segera rubah sistem pendidikan di Papua
Koordinator aksi Fredi Yeimo dalam orasinya menyuarakan tentang pendidikan yang serba mahal dari tingkat SD hingga perguruan tinggi.
Massa juga minta agar pemerintah mengratiskan pendidikan di seluruh tanah Papua, termasuk berantas pungutan liar di sekolah hingga perguruan tinggi.
Orator lainnya Arnold Alitopo menyampaikan masalah pendidikan yang diintervensi, ia minta stop keberadaan aparat militer di dalam kampus di seluruh tanah Papua.
Aksi demo damai yang berlangsung di halaman kantor MRP Papua Barat di jalan Siliwangi Manokwari dijaga aparat keamanan. Namun anehnya aksi itu hanya diterima satu orang anggota Pokja Agama MRP Pdt R. Morin.
Dalam aspirasi tertulis mereka juga mengatakan bahwa pembangunan pos militer di sekitar kampus perlu dicurigai, termasuk kerjasama rektor dengan aparat militer patut dicurigai.
Setelah korlap membacakan aspirasi dan menyerahkan kepada perwakilan MRP PB. Kehadapan massa, Morin mengatakan bahwa aspirasi ini akan ditindakulanjuti untuk dibahas dalam lembaga MRP.
Pasalnya saat ini semua anggota MRP masih diluar daerah pemilihan adat masing-masing. Sedangkan ketua MRP berada di luar negeri.
Morin juga menjelaskan bahwa MRP tidak memiliki kewenangan untuk membuat regulasi sesuai dengan aspirasi mahasiswa dan pelajar siang ini. Sebab MRP memiliki tugas sangat terbatas salah satunya proteksi orang asli Papua sesuai tugas dan kewenangan MRP.
"Pembuat regulasi adalah pemerintah dan DPR, namun kami berterima kasih atas aksi ini dan sebagai lembaga kultur bisa membantu apa yang menjadi tugas kami," jawab Morin.
Mengakhiri orasi, korlap menyerukan bahwa mereka akan kembali ke MRP untuk minta rekomendasi untuk melakukan orasi ke gubernur Papua Barat dengan suarakan tuntutan yang sama. Aksi perwakilan mahasiswa dan pelajar bertepatan juga dengan momen Hardinkas pada 2 Mei 2019. *