MANOKWARI- Pasangan suami istri Bapak Rumbairusi dan Ibu Awom terpaksa menetap di Rumah Sakit Angkatan Laut (RS-AL) Manokwari bersama sang buah hati mereka Ruth Dina Rumbairusi yang masih berusia 3 bulan. Mereka terkendala biaya pembayaran administrasi rumah sakit.
Agar bisa keluar dari rumah sakit itu, keluarga pasien harus membayar biaya sebesar Rp 6.663.000, sebab pasien bayi tersebut dirawat selama seminggu di rumah sakit AL. Padahal bayi tersebut sudah pulih dari sakit, tetapi giliran mereka hendak pulang terkendala biaya.
Kondisi ekonomi keluarga pasien juga menyebabkan bayi bersama ibunya harus menetap di RSAL sambil mencari uang atau memohon bantuan kepada orang lain agar menyelesaikan administrasi sehingga pasien bayi tersebut bisa dibawa keluar dari rumah sakit.
Keluhan keluarga pasien ini pertama kali diketahui langsung oleh ibu Yuli Numberi yang adalah mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Manokwari.
Setelah ibu Numberi mendapat informasi itu dan diteruskan lewat grup media sosial whatsapp yakni Parlemen Jalanan (Parjal) di Manokwari, Papua Barat, Senin (29/4).
Mengetahui hal itu, Parjal langsung merespon dan mendatangi keluarga pasien di RSAL, Selasa (30/4) malam. Berkesempatan datang yakni Wakil Ketua Parjal di Manokwari, Pice Wondiboy bersama Daniel Wamaer bertemu pasien, juga temui pihak rumah sakit mempertanyakan keseluruhan biaya administrasi.
Setelah mendapat respon biaya administrasi rumah sakit dan share bukti print out biaya rumah sakit ke dalam grup, anggota grop merespon dan menyumbang uang secara sukarela untuk meringankan beban biaya adminitrasi rumah sakit.
Semalam, lewat komunikasi grup whatsapp, beberapa nama telah bersedia menyetor uang untuk menyelesaikan biaya rumah sakit. Bahkan Ketua Parjal Ronald Mambieuw perintahkan agar khas parjal dikeluarkan untuk menyelesaikan biaya rumah sakit sehingga pasien dibawa pulang ke rumahnya.
Menurut Ronald bahwa biaya tersebut tidak seberapa, namun yang menjadi pertanyaan saat ini adalah, dimanakah dana otonomi khusus yang diperuntukkan bagi orang asli Papua yang sedang menderita sakit.
"Dana tersebut diperuntukkan kepada siapa, padahal pasien OAP sangat membutuhkan uluran tangan pemerintah yang langsung kelola dana otsus," tanya Mambieuw. *