JAYAPURA — Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Doni Monardo, Rabu (24/4) kemarin di Jayapura, menghadiri acara pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) Inspiratif yang diselenggarakan Pemerintah Provinsi Papua bekerjasama dengan sejumlah NGO diantaranya KOMPAK, WWF, Unicef dan BakTI.
Doni diundang untuk memberikan arahan tentang pentingnya pembangunan yang berbasis ekologi berkelanjutan.
Di kesempatan itu, Doni yang juga menjabat sebagai Sekjen Ketahanan Nasional menyampaikan salah satu mimpinya soal buah matoa yang langsung disambut tepuk tangan Wakil Gubernur Papua Klemen Tinal, dan semua peserta yang hadir.
“Saya bermimpi sepuluh tahun ke depan para pemimpin negara di Eropa bisa menikmati buah matoa dari Papua dalam suatu momen dinner kenegaraan. Tujuh tahun bukan waktu yang lama. Saya minta Pak Wagub bisa menggalakan agar semua dinas (di Papua) bisa membudidayakan matoa, terutama matoa merah ,” ucapnya
Untuk diketahui, Matoa adalah buah khas dari Papua. Buah berbentuk unik ini berasal dari pohon yang tumbuh di bagian Indonesia Timur yaitu Pometia Pinnata. Biasanya pohon ini berbunga sekali dalam setahun dengan rentang waktu Juli hingga Oktober. Buah ini juga kaya manfaat bagi kesehatan tubuh, di antaranya sebagai antioksidan, mengontrol kadar gula darah, mengobati ambeien dan mencegah hipertensi.
Menurut Doni Monardo, selain bernilai ekonomis karena menjadi makanan yang khas dan bergizi tinggi, matoa juga memiliki nilai ekologis. Pohon matoa dengan tinggi 20-40 meter dan diameter mencapai 100 cm ini bisa tumbuh di mana saja di Papua, termasuk di lereng gunung dan kawasan cagar alam Pegunungan Cyclop serta daerah penyanggahnya yang kini rusak dan menjadi salah satu penyebab bencana banjir bandang Sentani pada 16 Maret 2019 silam.
“Karena itu, kita tanam pohon yang tidak hanya bernilai ekonomis tapi juga ekologis. Misalnya Matoa. Kita akan kerjasama dengan Uncen. Ini untuk upaya kembalikan vegetasi Cyclop,” kata Doni
Papua Rawan Bencana
Mantan Danjen Kopassus ini juga mengingatkan agar dalam perencanaan pembangunan, pemerintah daerah di Papua bisa mengenal dan tanggap terhadap ancaman bencana yang terjadi sewaktu-waktu di daerahnya. Sebab, Papua merupakan salah satu daerah rawan bencana, baik banjir, tanah longsor maupun gempa bumi.
“Papua memiliki tingkat ancaman bencana alam yang tinggi karena ia dilewati patahan lempeng dan cincin api. Oleh karena itu, kita harus mengenal tingkat ancaman itu dan mengantisipasinya. Di Papua, setahun terakhir ada 95 kejadian bencana akibat banjir dan tanah longsor,” katanya.
Doni membeberkan data bahwa sepanjang 20 tahun terakhir, sebanyak 1.120.000 lebih orang di seluruh dunia meninggal akibat bencana alam, dimana Indonesia jumlah korban jiwa di Indonesia mencapai 185 ribu lebih dan menduduki peringkat kedua sebagai korban terbanyak setelah Haiti. Bahkan, tahun 2018 Indonesia tertinggi jumlah korban jiwa yakni 4 ribu lebih akibat gempa dan tsunami di Lombok, Palu dan Anyer.
“Tahun ini saja sudah 370 orang juga meninggal akibat banjir dan longsor di Sulawesi Selatan dan Sentani. Kita harus tanggap dan mengantisipasinya dalam perencanaan pembangunan yang baik. Mari kita jaga alam, alam jaga kita,” pungkasnya.