JAKARTA - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) secara resmi memberhentikan Tarwinto selaku anggota KPU Provinsi Papua.
Pemberhentian ini sesuai Putusan DKPP nomor 2/DKPP-PKE-VIII/2019.
Dikutip dari siaran pers Humas DKPP disebutkan, Tarwinto yang merupakan Komisioner KPU Papua, dua periode ini dinyatakan oleh DKPP sudah tidak lagi berhak menjadi Anggota KPU Provinsi Papua. Putusan tersebut dijatuhkan dalam sidang dengan agenda pembacaan 18 Putusan di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, pada Rabu (10/4/2019). Selaku ketua majelis Harjono dan anggota majelis Prof Muhammad, Prof Teguh Prasetyo, Alfitra Salamm, Ida Budhiati, dan Fritz Edward Siregar
“Menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tetap kepada Teradu II Tarwinto selaku anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi Papua terhitung sejak dibacakannya Putusan ini,” kata Harjono.
Minta Sejumlah Uang
Dalam pertimbangan yang dibacakan oleh Prof Muhammad menjelaskan, terkait dalil aduan bahwa Teradu II meminta sejumlah uang dan tiket pesawat dengan janji membantu peserta seleksi menjadi Anggota KPU Kabupaten Lanny Jaya, terungkap fakta dalam sidang pemeriksaan pertama, tanggal 23 Januari 2019 bahwa nomor kontak dalam tangkapan layar (screenshot) percakapan whatsapp dalam Bukti Pengadu yaitu P-11, P-12, P-13, P-14, dan P-15 terbukti nomor Handphone (HP) saksi Gianto dan nomor HP Teradu II valid sesuai dengan fakta.
Kesesuaian nomor HP Teradu II juga terkonfirmasi dengan keterangan Pihak Terkait Ketua KPU RI membenarkan nomor HP Teradu II pada alat bukti Pengadu sama dengan daftar kontak HP Ketua KPU RI. “Percakapan dalam screenshot whatsapp tersebut masih tersimpan dalam perangkat HP milik saksi Gianto yang diperlihatkan di muka majelis persidangan,” katanya.
Sebagaimana tertera dalam bukti screenshot whatsapp tersebut, lanjut Muhammad, dalam fakta persidangan saksi Gianto menjelaskan Teradu II secara aktif berkomunikasi dengan saksi meminta disiapkan tiket perjalanan ke Jakarta dalam rangka mengawal proses seleksi Anggota KPU Kabupaten Lanny Jaya. Selanjutnya Saksi Gianto menerangkan Teradu II juga meminta disiapkan dana sebesar 400 juta rupiah yang akhirnya disepakti sejumlah 300 juta rupiah. Sebanyak 100 juta rupiah diserahkan saksi Gianto ke Teradu II di Loby Hotel Borobudur Jakarta pada sekitar awal November 2018, sedangkan 100 juta rupiah melalui transfer ke rekening Teradu II. “Sejumlah uang yang diminta oleh Teradu II dimaksudkan untuk meloloskan calon tertentu dalam seleksi anggota KPU Kabupaten Lanny Jaya,” katanya.
Pada sidang pemeriksaan kedua, tanggal 13 Februari 2019 maupun sidang ketiga, tanggal 12 Maret 2019 Teradu II mengakui bahwa percakapan dalam screenshot whatsapp tersebut benar antara Teradu II dengan saksi Gianto. Meskipun Teradu II mengaku tidak mengingat maksud dari beberapa kalimat dalam percakapan tersebut, serta membantah telah terjadi penyerahan sejumlah uang oleh saksi Gianto ke Teradu II di Loby Hotel Borobudur pada awal November 2018, akan tetapi Teradu II mengakui adanya pembicaraan tentang uang dan transfer melalui rekening. Sedangkan terkait permintaan tiket pesawat ke Jakarta, Teradu II tidak dapat membuktikan bahwa tiket perjalanan Teradu II pada awal November 2018 tersebut berasal dari Sekretariat KPU Provinsi Papua.
“Teradu II terbukti melanggar prinsip mandiri sebagaimana ketentuan dalam Pasal 8 huruf b, g, h, i, dan j Peraturan DKPP RI Nomor 2 tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum,” kata Prof Muhammad.
Sementara itu, terhadap enam Teradu lain dalam nomor perkara yang sama, Perkara Nomor 2/DKPP-PKE-VIII/2019, DKPP merehabilitasi nama baiknya. Mereka Tidak terbuki melanggar kode etik penyelenggara Pemilu. “Merehabilitasi nama baik Teradu I Theodorus Kossay selaku Ketua merangkap anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi Papua, Teradu III Melkianus Kambu, Teradu IV Zufri Abubakar, Teradu V Diana Dorthea Simbiak, Teradu VI Fransiskus Antonius Letsoin, dan Teradu VII Zandra Mambrasar masing-masing selaku anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi Papua terhitung sejak dibacakannya Putusan ini,” kata Harjono.