JAYAPURA, - SUSTAIN EU-UNDP menggelar pelatihan gabungan penanganan gugatan perdata lingkungan bagi pejabat penegak hukum ( hakim dan jaksa) Papua dan Papua Barat. Pelatihan yang digelar di Jayapura, Kamis (22/3) diikuti sebanyak 37 hakim dan jaksa dan organisasi lingkungan dari Kota Jayapura, Kabupaten Mimika, dan Sorong Papua Barat.
Sector Coordinator-Judicial Training SUSTAIN, Bobby Rahman mengatakan penyamaan persepsi antara penegak hukum di bidang lingkungan perlu dilakukan, tapi pendekatannya hukum perdata.
"Kejahatan lingkungan adalah kejahatan serius, jadi harus ditangani dengan banyak cara yang dijalankan bersama-sama. Hanya kali ini kami fokus di pembuatan perdata lingkungan untuk mengembalikan kerugian lingkungan," kata Bobby
Untuk menuju kesana, ungkap Bobby, perlu kesamaan persepsi antara jaksa, pengacara negara, hakim, organisasi lingkungan dan badan lingkungan yang ada di daerah.
"Sebagian besar jaksa dan hakim sudah mengarah ke situ, karena Mahkamah Agung sudah melakukan secara reguler (program sertifikasi) hakim lingkungan. Jadi para hakim khusus diajarin untuk mendapat sertifikat," ungkapnya.
"Program kami ini sebagai pelengkap untuk mendukung programnya Mahkamah Agung," imbuhnya
Ganti Rugi
Adapun soal ganti rugi, dibeberkan Robby, harus mengacu pada penghitungan ahli dan ketentuan atau kriteria dari kementerian lingkungan hidup dan kehutanan. "Jadi ada parameter yang sudah dibakukan untuk mengukur besaran ganti rugi lingkungan," terangnya.
Lanjut katanya, kedepan yang perlu diwaspadai oleh para penegak hukum dan organisasi lingkungan adalah kawasan Papua Selatan, karena sudah mulai ada kebakaran-kebakaran.
"Sepanjang mau menerapkan ilmu dan cara-cara yang didiskusikan dalam pelatihan ini, saya pikir kedepan penegakan hukum terhadap lingkungan di Papya akan jauh lebih baik lagi," ujarnya.
Tim Nasional Perkara Lingkungan Hidup Mahkamah Agung, Sugeng Riyono menguraikan, kasus-kasus lingkungan sangat berbeda dan memiliki karakter tersendiri, seperti halnya penanganan sebuah kasus besar (kebakaran hutan), namun buktinya sangat minim.
"Ini yang perlu ada kesamaan pemikiran dalam pembuktian, dengan mengenalkan teknik dan cara sesuai dengan undang-undang yang ada sehingga bagaimana menerapkan itu dalam putusan," kata Sugeng.
Dia menambahkan, saat ini para penegak hukum lingkungan fokus untuk kepentingan lingkungan. "Artinya kalau ada kerusakan hutan yang difikirkan lebih dulu pemulihannya seperti apa," tandasnya.[Riri]