JAYAPURA, - Komisi V DPR Papua mengusulkan untuk mengevaluasi kebijakan dana Otonomi Khusus 80 - 20 khusus untuk pendidikan. Hal ini sebagai solusi dalam menyelesaikan persoalan pembayaran tunjangan gaji guru SMU/SMK, yang telah dialihkan dari Kabupaten ke Provinsi.
"Kemarin kita sudah rapat internal komisi bahwa kalau sampai tidak ada solusi penyelesaian masalah gaji guru ini, solusinya berarti dana Otsus 80 20 yang harus dievaluasi. Sehingga berapa persen dari itu harus dikembalikan ke Provinsi untuk pembayara gaji guru. Kalau tidak maka uang yang masuk ke Provinsi dipangkas dulu sebelum turun ke kabupaten," ungkap Ketua Komisi V DPR Papua, Yan Mandenas di Jayapura, Rabu (21/3).
Meski demikian, Yan mengaku harus dilakukan pengecekan terlebih dahulu apakah selama ini dana untuk pembayaran gaji guru di Kabupaten diambil dari dana Otsus untuk pendidikan atau bukan.
"Sebab setahu saya dari 80 persen dana otsus untuk kabupaten kota, 30 persen untuk pendidikan yang antara lain untuk membiayai fasilitas sekolah, anak sekolah. Kalau gaji guru kemungkinan sumber anggarannya dari dana DAK," aku Yan seraya menambahkan berdasarkan laporan Badan Anggaran (Banggar) DPRP, gaji guru akan dibiayai dari dana DAK Provinsi.
"Menurut pak sekda (sekda provinsi) dana tetap tersedia tiap tahun dan mungkin kalau sudah tersedia bisa dibayarkan honor guru," imbuh Yan
Menurut dia, tim anggaran DPRP juga telah meminta Sekda untuk mengundang para Bupati Walikota untuk duduk bersama membicarakan secara khusus terkait persoalan ini. Bagaimana mekanisme pembayarannya apakah semuanya dibayarkan oleh provinsi atau dibayar secara bertahap.
"Kalau masih di daerah legalitas hukum dan adiministrasinya diatur seperti apa, minimal harus ada pembicaraan sehingga pembayaran tidak mengalami kendala. Sebab jika masuk sampai bulan kelima keenam tahun ini, dikhawatirkan akan terjadi mogok besar oleh para guru," akunya.
Sebelumnya, akibat adanya perubahan regulasi dimana status para guru SMU/SMK telah dialihkan dari Kabupaten ke Kota sebagaimana diatur dalam UU nomor 23 tahun 2014, membuat terlambatnya pembayaran gaji guru di sejumlah kabupaten/kota di Papua. Karena kondisi ini, para guru akhirnya mengadukan haknya ke DPR Papua.
"Waktu rapat banggar saya sudah ingatkan bahwa yang tidak bisa tawar menawar adalah honor tujuh ribu guru baik PNS maupun tenaga honor, dengan anggaran PON pembangunan dan venue PON. Saya sudah tegaskan jadi anggara masuk dulu baru sidang APBD bisa dimulai," ucap Yan.
Asisten Bidang Umum Sekda Papua Elysa Auri pada akhir Februari lalu menyatakan baru dua Daerah yang terproses yakni Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura. "Untuk Kota Jayapura sudah 100 persen sementara Kabupaten Jayapura saat ini masih kami proses dan kemungkinan akan mulai pembayaran besok," ujarnya.
Menurutnya, dalam memproses gaji guru di 29 Kabupaten dan Kota banyak kendala yang dihadapi, salah satunya data guru yang lambat diserahkan oleh Kabupaten dan Kota. Sementara data guru yang baru diserahkan ke Provinsi baru 22 Kabupaten, enam Kabupaten lainnya masih dalam proses ditingkat Kabupaten.
Selain itu, lanjutnya dari hasil verifikasi data di Provinsi banyak data yang dianggap catat karena banyak data ganda, data guru yang pensiun serta data guru yanh telah meninggal dunia.
"Makanya saya himbau kepada Kabupaten-kabupaten untuk tidak menghentikan gaji guru di wilayah masing-masing sampai nanti hak-hak para guru ini sudah keseluruhannya ada di Provinsi," imbaunya.[Riri]