JAYAPURA - Banjir bandang yang terjadi di sejumlah titik di wilayah Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Sabtu (18/3) malam lalu diklaim akibat penggundulan hutan di kawasan cagar alam pegunungan cyclop. Namun hal itu dibantah oleh Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua pada Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Edward Sembiring.
Kepada pers disela upacara hari Rimbawan di halaman kantor Gubernur Dok II Jayapura, Senin, (18 /3) pagi, Edward menegaskan, berdasarkan hasil analisa sementara banjir bandang tersebut terjadi karena hujan lebat di hulu yang menyebabkan tanah tidak mampu lagi menyerap air.
“Sesuai data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika curah hujan dengan intensitas sampai 114 milimeter. Jika dibandingkan dengan hujan di Jayapura sampai terjadi banjir di Pasar Youtefa, itu curah hujan hanya sampai 86 milimeter,” tegasnya
Akibat besarnya volume air yang tidak mampu diserap, tanah runtuh dan otomatis kayu termasuk yang berukuran besar tumbang ke arah sungai dan terbawa sampai ke jalan-jalan di wilayah sentani dan sekitarnya. Selain itu, pihaknya juga melakukan analisis terhadap kali kemiri dan Sereh yang tiba-tiba airnya kabur beberapa pekan lalu.
Tanggul Alam
Setelah petugas Polisi Kehutanan bersama masyarakat setempat naik ke hulu untuk mengecek, ternyata ada longsor yang terjadi secara alami, sehingga menutupi daerah aliran sungai.
“Dugaan kami setelah longsor, seperti ada terbentuk tanggul alam, sehingga ketika hujan tanggul tersebut jebol,” kata Edward.
Lanjutnya, gempa bumi yang dalam sepekan diduga terjadi patahan, akibat dari patahan itu mengakibatkan longsor yang terjadi di banyak titik.
“Kami juga menganalis kejadian gempa terakhir, dan kita duga ada patahan, dan jalur patahan ada tanggul alam yang rusak,” terangnya
Menyinggung akibat banjir karena masyarakat terus membuat kebun di wilayah pegunungan cyclop, Edward mengakuinya. Namun, dia juga mengaku banyak warga yang bermukim di kaki gunung. “Tidak dibenarkan orang membuat kebun di pegunungan cyclop, tetapi kita harus melihat dari aspek sosial dan ekonomi,” terangnya lagi.
Seperti diketahui, banjir dan tanah longsor yang terjadi di sejumlah titik di wilayah Sentani, Kabupaten Jayapura telah merenggut nyawa manusia. Berdasarkan data terakhir Kepolisian, hingga Senin Pagi jumlah korban tewas telah mencapai 79 orang. Jumlah ini diyakini akan terus bertambah mengingat banyaknya laporan warga yang kehilangan keluarga mereka.
Tidak hanya menimbulkan korban jiwa, banjir dan tanah longsor juga telah membuat sedikitnya lebih dari 1500 orang mengungsi. Banjir merusak sejumlah infrastruktur jalan dan jembatan. Banjir terparah terjadi di kawasan Doyo, Kemiri, sejumlah Perumahan seperti BTN Sosial, Bintang Timur hingga BTN Yahim Gajah Mada.*