JAYAPURA — Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, drg. Aloysius Giyai, M.Kes menegaskan, pihaknya akan bekerjasama dengan Kementerian Hukum dan HAM Kanwil Papua dalam menangani kesehatan pasien Narkotika Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA).
Oleh karena itu, ke depan pihaknya akan mengundang semua Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Provinsi Papua bersama Kepala Dinas Kesehatan di kabupaten setempat untuk melakukan MoU guna menangani pasien Lapas pada Rakerkesda Papua pada April 2019. Adapun sejumlah Lapas di Papua yakni Lapas Klas IIA Abepura, empat Lapas Klas IIB yakni Wamena, Merauke, Nabire, Biak dan Serui serta Rumah Tahanan Tanah Merah, Bouvendigoel.
“Penanggulangan Papua selama ini belum berjalan kolaboratif antarlembaga atau intansi di Papua. Yang ideal itu harus secara kolaboratif melibatkan semua stakeholder terkait seperti, Kemenkum HAM, BNN, kepolisian, Dinas kesehataan, LSM, swasta dan OKP karena dampak dari masalah ini besar. Demikian pun dalam upaya rehabilitasi bagi penderita gangguan jiwa akibat Napza,” ujar Aloysius saat tampil sebagai pemateri dalam kegiatan Konsultasi Teknis Pemasyarakatan Tentang Petunjuk Pelaksanaan Layanan Rehabilitasi Narkotika Bagi Asesor dan Pedoman Penilaian Pelaksanaan Layanan Kepribadiaan Serta Layanan Hukum yang diselenggarakan Kementerian Hukum dan HAM RI Kantor Wilayah Papua di Hotel Metta Star Waena, Jayapura, Jumat (15/03/2019)
Menurut Aloysius dalam rilisnya yang diterima wartaplus.com, Sabtu (16/3), ada empat langkah penanganan para penderita gangguan jiwa akibat Napza yaitu promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
“Nah kita di Papua lebih banyak di rehabilitatif. Tapi apakah sudah ada rumah sakit khusus untuk rehabilitasi sudah ada untuk penderita gangguan mental dan jiwa akibat NAPZA? Hanya ada 3 RS Jiwa yakni RS Jiwa Abepura, RS Merauke dan Paniai. Akhirnya kita saling lempar tanggung jawab. Saya ajak, mari kita buat MoU untuk sama-sama tanggulangi. Kita buat satu program lobi dana ke Pusat,” kata Aloysius.
Jaminan Kesehatan Pasien Lapas
Abdul Haris, peserta dari Lapas Klas IIB Merauke, mengeluhkan tentang hilangnya Kartu Papua Sehat (KPS) bagi pasien Lapas Orang Asli Papua (OAP). Akbitanya, Abdul mengaku kesulitan dalam pembiayaan para pasien Lapas.
Marthen Pigome dari Lapas Klas II B Nabire juga mengeluhkan bahwa ia sering membawa pasien ke RSUD Nabire namun kurang dilayani dengan baik.
Hal senada disampaikan Denny Itaar dari Lapas Narkotila Doyo. Ia meminta agar pelayanan kesehatan bagi para Napi pasien Napza dari harus cepat melayani.
“Karena pengalaman kami, pernah ada Napi yang lari walau sudah diborgol karena terlalu lama menunggu antrian,” tegas Denny.
Menjawab semua keluhan itu, Kadinkes Papua Aloysius Giyai menegaskan perlu adanya koordinasi yang baik antara Lapas dan rumah sakit setempat guna menghindari hal-hal yang tak diinginkan.
“Saya minta kalian dari Lapas harus buat MoU dengan Rumah Sakit agar pelayanan para napi diutamakan. Dulu saat masih Direktur RSUD Abepura, saya MoU dengan Lapas Klas II A Abepura, saat itu dipimpin oleh Theo Ayorbaba," kata Aloysius.
Sementara itu terkaitnya hilangnya KPS, ia mengatakan sejak 1 Januari KPS telah berintegrasi dengan Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) diback up oleh dengan Jaminan Kesehatan Papua (JKP) Komplementer.