FAKFAK-Usal Mambraku, Ijut Irawan, dan Githa Mambrasar adalah 3 orang dari beberapa pemandu wisata lokal, dan aktifis lingkungan di Raja Ampat, Papua Barat, mengeluhkan kesulitan untuk terhubung dengan pasar turis manca negara dalam mempromosikan objek wisata yang mereka kelola di Kabupaten Kepulauan ini. Hal ini juga termasuk kurangnya pengetahuan bisnis mereka, ditambah ketersediaan teknologi untuk memasarkan objek wisata yang mereka kelola.
Usal dan Ijut, yang keduanya mengelola Homestay di dua pulau yang berbeda di Raja Ampat mengaku masih awam akan bagaimana mengelola bisnis dengan strategis untuk menangkap peluang pasar global yang begitu besar. Keduanya kerap kalah dalam menangkap turis, dibanding dengan “pemain besar” lain dari Jawa, atau luar Papua di Raja Ampat yang saat ini marak berinvestasi Raja Ampat.
Ketiga pemandu wisata lokal ini adalah peserta training TOT yang diadakan oleh Kitong Bisa Learning Center Fakfak/Istimewa
Githa Mambrasar, yang juga adalah seorang international Certified Dive Master, membuka pusat layanan diving bagi turis asing bernama: Arborek Dive Center di rumah mertuanya di Pulau Arborek juga mengamati hal yang sama.
Selain kalah bersaingnya pemandu wisata lokal, menurut kepada wartaplus.com Githa mengaku, beberapa pebisnis sektor ini dari luar Papua, yang lebih parahnya lagi, kurang memperhatikan tata kelola lingkungan yang baik.
“Banyak yang tra melakukan assessment yang tepat sebelum kemudian membuka cottage disini, apalagi dorang yang datang dari luar tapi dari Indonesia.”keluh lulusan Teknik Lingkungan ini, Kamis (7/3) malam.
Ketiga pemandu wisata lokal ini adalah peserta training TOT yang diadakan oleh Kitong Bisa Learning Center Fakfak, sebuah pusat belajar wirausaha di Tanah Papua, bekerja sama dengan USAID, dan Start-Up Alpha-I dan Nusa dari Jakarta.
Training tersebut didanai oleh Pemerintah Amerika serikat, dimana dengan inovasi yang dilakukan oleh start up bertajuk: Alpha-I dan Nusa, membuat sebuah layanan digital menggunakan website dan handphone, untuk membantu para turis lokal ini untuk dapat terhubung dengan Pasar wisatawan global. Training tersebut diadakan di Fakfak, Papua Barat, pada beberapa bulan yang lalu.
Selepas hajatan training tersebut, Gita dan Ijut kemudian membentuk Kitong Bisa Learning Center Raja Ampat, yang resmi di mulai pada tanggal 7 Maret 2019. Tujuan dari membentuk Pusat Belajar Kitong Bisa ini adalah untuk melatih anak-anak muda Papua di Raja Ampat dengan kemampuan Wirausaha agar dapat bersaing dengan pelaku usaha wisata dari luar Papua, khususnya dari Jawa.
Selain itu, Ijut yang juga adalah seorang antropolog, memiliki visi bahwa Kitong Bisa Learning Center Raja Ampat ini juga akan tetap menjadi pusat penelitian budaya orang asli Papua di Raja Ampat.
“Saya tetap ingin agar budaya Papua di Raja Ampat terlindungi, walaupun daerah ini kedepannya menjadi pusat Industri wisata di Tanah Papua dan menjadi berkembang dengan kurang terkendali,"kata Ijut, lulusan antropologi Universitas Airlangga ini. Hal ini diaminkan Oleh Usal Mambraku, yang tetap menginginkan agar keasrian dan kemurnian rona budaya nenek moyangnya di Raja Ampat ini tetap terjaga.
Githa sendiri, memiliki visi bahwa kedepannya di pusat belajar Kitong Bisa di Raja Ampat ini, selain banyak anak muda Papua yang dapat menjadi pelaku bisnis wisata kelas internasional, akan tetapi mereka tetap akan menjaga lingkungannya. “Raja Ampat ini kitong punya, bukan yang lalin punya, jadi kitong harus tetap jaga akan bersih dan indah dan bebas dari kerusakan,”ujar Githa.*