JAYAPURA,- Merasa tidak puas dengan putusan Bawaslu Papua, Pasangan Calon Gubernur-Wakil Gubernur Papua, Lukas Enembe-Klemen Tinal (LUKMEN) melayangkan gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) di Makassar, dan mulai disidangkan Jumat (16/3) lalu dengan Perkara Nomor 24/G/Pilkada/2018/PT.TUN.
LUKMEN yang diwakili Kuasa Hukum Yance Salambauw, Roy Rening, Hendrik Dengah, dkk ini, pada intinya tetap mempersoalkan Surat Keputusan Tergugat KPU Papua yang telah menetapkan dua pasangan Calon yang memenuhi syarat dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua Tahun 2018, yaitu Lukas Enembe, S.IP.MH - Klemen Tinal, SE.MM (Penggugat) dan Pasangan Calon Wempi Wetipo, SH.MH - Dr. Habel Melkias Suwae;
Penggugat keberatan atas keputusan Tergugat karena penetapan Wempi Wetipo- Habel Melkias Suwae, sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Papua pada Pemilukada Provinsi Papua tahun 2018 tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Penggugat menilai Tergugat dengan sengaja telah mengabaikan ketentuan tentang syarat calon, khususnya syarat Pendidikan terhadap Sdr. Wempi Wetipo.
Menurut Penggugat, berdasarkan dokumen KPU Provinsi Papua berupa dokumen model BB.2-KWK, yaitu Daftar Riwayat Hidup Calon Gubernur/Wakil Gubernur/Bupati/Wakil Bupati/Wali Kota/Wakil Walikota, diketahui bahwa dokumen Pendidikan yang dimasukkan calon Gubernur atas nama Wempi Wetipo adalah, Sekolah Pendidikan Dasar (SD) YPPGI Hitigima, masuk tahun 1979 selesai tahun 1985, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri II Wamena, masuk tahun 1985 selesai 1988, Sekolah Menengah Atas (SMA) YPPK Taruna Dharma, masuk tahun 1988 selesai tahun 1991, Diploma Parawisata (D3) Akpar Manado masuk tahun 1991, selesai tahun 1994, Strata Satu pada Fakultas Hukum Uncen (S1), masuk tahun 1997 selesai tahun 2011, Program Studi Magister Hukum Uncen (S2), masuk tahun 2011, selesai tahun 2013.
Tergugat dalam keterangannya menyebutkan bahwa bakal Calon Gubernur atas nama Wempi Wetipo memasukkan ijazah sarjana dan ijazah pascasarjana dari Fakultas Hukum Uncen.
Rektor Universitas Cenderawasih dalam keterangan tertulisnya menerangkan hal-hal, antara lain, pada tahun 2009, Wempi Wetipo mendaftar pada jenjang Strata Satu (S1) pada Fakultas Hukum Uncen, dengan menggunakan ijazah sarjana (S1) dari Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Stisipol) Silas Papare Jayapura, NIRL : 077/41/99, tanggal 16 Agustus 1999. Dengan demikian status pendidikannya pada saat mendaftar adalah mahasiswa transfer dan baru menyelesaikan studinya pada Fakultas Hukum Uncen tersebut pada tanggal 15 Maret 2012.
Pada tahun 2011 Wempi Wetipo mendaftar pada jenjang Strata Dua (S2) pada program studi Magister Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih Jayapura, dengan menggunakan ijazah sarjana (S1) yang sama yaitu ijazah sarjana (S1) dari Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Stisipol) Silas Papare Jayapura, NIRL : 077/41/99, tanggal 16 Agustus 1999 dan baru menyelesaikan studinya pada tanggal 28 Maret 2013.
Wempi Wetipo pada saat mencalonkan diri pada Pilkada Kabupaten Jayawijaya Tahun 2008, menggunakan ijazah Strata Satu dari Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Stisipol) Silas Papare Jayapura dengan menggunakan gelar Sarjana Sosial (S.Sos) serta jenjang Strata Dua dari Universitas Udayana Denpasar Bali dengan gelar Magister Parawisata (M.Par), yang kemudian pada Pemilukada Provinsi Papua tahun 2018, Sdr. Wempi Wetipo sudah tidak lagi mempergunakan gelar sarjana sosial (S.Sos) dan ijazah dari Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Stisipol) Silas Papare Jayapura, serta tidak lagi menggunakan Magister Parwisata (M.Par) dan ijazahnya saat mendaftar, tetapi hanya mendaftar dengan menggunakan ijazah strata satu dan strata dua yang dikeluarkan Fakultas Hukum Uncen dengan gelar Wempi Wetipo, SH, MH.
Penggugat menjelaskan, masyarakat yang bergabung dalam Forum Pembangunan Masyarakat Kabupaten Jayawijaya di Jayapura (FPPMKJ) melalui suratnya tanggal 11 Januari 2018, telah mengajukan keberatan secara resmi kepada Tergugat agar melakukan klarifikasi secara cermat terhadap ijazah yang dipergunakan Sdr. Wempi Wetipo dalam pencalonannya.
Menurut Penggugat, seharusnya Tergugat melakukan klarifikasi dan verifikasi secara tuntas terhadap keseluruhan dokumen Pendidikan, terutama dokumen Pendidikan dalam jenjang Strata Satu (S1) dan jenjang Strata Dua (S2) yang dimasukkan sebagai syarat pendidikan terakhir.
Penggugat meyakini bahwa Tergugat sesungguhnya tidak melakukan verifikasi faktual secara baik dan benar untuk memastikan keabsahan dari ijazah-ijazah tersebut, sebagai akibat dari banyaknya kejanggalan-kejanggalan yang muncul dalam berbagai dokumen yang disampaikan oleh Sdr. Wempi Wetipo sendiri maupun oleh pihak ketiga lainnya, yang sesungguhnya telah memunculkan keraguan atas keabsahan dari dokumen ijazah-ijazah tersebut.
Apabila Tergugat melakukan klarifikasi dan verifikasi sebagaimana seharusnya, menurut Penggugat, akan terbukti bahwa syarat calon berupa ijazah terakhir yang dimasukan Sdr. Wempi Wetipo sebagai salah satu syarat calon, telah diperoleh dengan cara-cara yang tidak benar berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Oleh karenanya, beralasan hukum untuk menyatakan bakal Calon Gubernur Papua atas nama Wempi Wetipo, SH, MH, tidak memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai calon Gubernur Papua.
“Dengan demikian bakal pasangan calon Gubernur Papua atas nama Wempi Wetipo, SH, MH, dan bakal Pasangan Calon Wakil Gubernur Papua atas nama Dr. Habel Melkias Suwae, beralasan hukum untuk dinyatakan tidak memenuhi syarat sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur Papua pada Pemilukada Provinsi Papua tahun 2018,” terang Kuasa Hukum Penggugat, Yance Salambauw.
Sekali pun fakta-fakta tersebut telah diajukan melalui permohonan sengketa pemilihan gubernur dan wakil gubernur Provinsi Papua Tahun 2018 di Bawaslu Provinsi Papua, kata Penggugat, akan tetapi Bawaslu Provinsi Papua dalam putusannya Nomor :01/PS/BWS-PA/33.00/II/2018, tanggal 10 Maret 2018, telah menolak permohonan Pemohon (Penggugat) untuk seluruhnya.
Untuk itu, Penggugat sangat berkeberatan atas putusan Bawaslu Papua, dengan alasan, bagaimana mungkin Bawaslu Provinsi Papua mempertimbangkan bahwa Tergugat telah melakukan verifikasi ijasah atas nama Wempi Wetipo di Universitas Cenderawasih Jayapura, sementara Tergugat tidak dapat menjelaskan lebih jauh tentang adanya fakta bahwa Sdr. Wempi Wetipo mendaftar pada jenjang strata satu pada Fakultas Hukum Uncen Tahun 2009 dan selesai tahun 2012. Sementara yang bersangkutan mendaftar sebagai mahasiswa pascasarjana (S2) pada Fakultas Hukum Uncen pada tahun 2011 dan selesai tahun 2013, sedangkan pada tahun 2011 Sdr. Wempi Wetipo masih berstatus mahasiswa strata satu pada Fakultas Hukum Uncen.
Penggugat juga mengemukakan, ijazah Palsu Sdr. Wempi Wetipo yang diperoleh dari Stisipol Silas Papare Jayapura yang belum mendapatkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, sehingga belum dapat dipertimbangkan sebagai permasalahan hukum, merupakan pertimbangan yang keliru karena dugaan ijazah palsu dalam konteks ini adalah masuk dalam rezim Pemilukada tentang syarat calon dan bukan masuk dalam konteks tindak pidana umum, tentang pemalsuan surat.
Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam musyawarah penyelesaian sengketa pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Tahun 2018 di Bawaslu Provinsi Papua, Penggugat dapat membuktikan, Sdr. Wempi Wetipo terbukti pernah menggunakan ijazah sarjana dari Stisipol Silas Papare Jayapura dan ijazah pascasarjana dari Universitas Udayana Denpasar Bali untuk mendaftar sebagai Calon Bupati Kabupaten Jayawijaya Tahun 2008, dengan penggunaan Wempi Wetipo, S.Sos, M.Par.
Selain itu, Sdr. Wempi Wetipo telah melarang untuk tidak lagi menggunakan gelar S.Sos, M.Par, dalam seluruh dokumen yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Jayawijaya. Ijazah sarjana Stisipol Silas Papare Jayapura No. 077/41/99, tanggal 16 Agustus 1999, yang dipergunakan Sdr. Wempi Wetipo pada saat mendaftarkan diri sebagai mahasiswa pascasarjana pada Universitas Cenderawasih terbukti bermasalah secara hukum, karena NIRM/Nomor Ujian: 892308281/319 yang terdapat dalam ijazah dimaksud, sesungguhnya adalah atas nama Sadiyo.
Sdr. Wempi Wetipo juga tidak terdaftar dalam daftar Yudisium Stisipol Silas Papare Jayapura, tanggal 16 Agustus 1999. Ia juga tidak tercatat dalam daftar ujian negara yang dikeluarkan oleh Stisipol Silas Papare Jayapura bersama Kopertis Wilayah XII Maluku-Papua. Dengan demikian ijazah pascasarjana dimaksud, terbukti bermasalah menurut hukum, sehingga seharusnya bakal calon Gubernur Papua atas nama Wempi Wetipo, SH, MH dinyatakan tidak memenuhi syarat sebagai calon Gubernur Papua pada Pemilukada Provinsi Papua tahun 2018. Dengan demikian, seharusnya Tergugat hanya menetapkan Penggugat sebagai satu-satunya bakal pasangan calon yang memenuhi syarat sebagai calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur Papua pada Pemilukada Provinsi Papua tahun 2018.
Kuasa Hukum Tergugat KPU Papua, Pieter Ell, saat dikonfirmasi wartaplus.com, Minggu (18/3) malam mengemukakan, sidang lanjutan dengan agenda mendengar jawaban Tergugat akan berlangsung Senin (19/3) besok. *