MANOKWARI- Kata penolakan Raperdasus pengangkatan anggota DPR Papua Barat melalui jalur otsus yang dilontarkan Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Barat bukan saja menjadi perhatian anggota DPR Otsus saat ini, namun menjadi perhatian juga oleh ormas (organisasi masyarakat) peduli Fraksi Otsus DPR Papua Barat.
Salah satunya Parlemen Jalanan (Parjal) di Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat dan Aliansi Masyarakat Adat Provinsi Papua Barat.
Paglima Parjal Papua Barat Ronald Mambieuw menyayangkan pernyataan seorang wakil ketua MRP yang menyatakan menolak Raperdasus kursi pengangkatan DPR jalur otsus.
Ditegaskan Mambieuw bahwa penolakan itu tidak dilandasi hukum. Padahal tupoksi MRP hanya memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap suatu produk hukum khusus di daerah Papua Barat.
"Kursi pengangkatan jalur otsus termuat di dalam UU 21 tahun 2001 tentang otsus. Bahwasanya jika penolakan itu dasari kajian atau naskah akademis, ataukah cenderung draft Raperdasus tersebut lebih pada oknum atau kepentingan kelompok, maka ini pun dikembalikan untuk diperbaiki demi kepentingan amanat otsus," ujar Mambieuw, Sabtu (13/1).
Menurut dia, jika MRP PB berani menolak tanpa meminta perbaikan hingga dikembalikan berarti sama hal Ingin memberhentikan otsus, maka alangkah baiknya hentikan saja semua perangkat otsus, sebab Fraksi Otsus adalah bagian dari amanat UU Otsus.
"Jadi, kami minta MRP PB dan Fraksi Otsus DPR tanggalkan ego lembaga dan harus bangun keharmonisan, sebab MRP PB dan fraksi otsus ibarat jenderal dan prajurit yang sama-sama berasal dari UU Otsus," katanya lagi.
Lebih lanjut, perdasus yang sekarang untuk pengangkatan DPR jalur otsus turut mengakomodir kursi tambahan bagi sudara-sudari Papua dari wilayah Saireri yang sudah berdiam sekian tahun membangun Papua Barat.
Jika memang aturannya 11 kursi, maka ia sarankan untuk menambah 2 kursi bagi Saireri. Oleh karenanya, fraksi otsus tetap ada di lembaga DPR, namun disarankan juga kepada DPR Papua Barat untuk sosialisasi mekanisme perekrutan sesuai Raperdasus yang nantinya akan ditetapkan oleh DPR.
Sementara Ketua Aliansi Masyarakat Adat Papua Barat Napoleon Fakdawer mengutarakan bahwa MRP sudah salah melakukan kajian terhadap Raperdasus yang ditolak, bahkan semestinya MRP tidak boleh melampawi tupoksinya jauh dari amanat UU Otsus.
Menurut Napoleon bahwa tugas DPR Papua Barat yang di dalamnya ada Fraksi Otsus tetap melaksanakan tugasnya sesuai tupoksinya membentuk suatu produk hukum khusus.
"MRP tidak memiliki kewenangan untuk membatalkan Raperdasus, namun kalau ada perbaikan lain oleh MRP kepada fraksi otsus. Bahkan tugas MRP jangan sampai mencaplok atau mencampuri urusan lembaga lain," katanya secara terpisah, Sabtu (13/1).
Dia mempertanyakan maksud dari MRP gagalkan Raperdasus yang dihasilan DPR, apakah ada dasar hukum atau tidak. Sebab jangan sampaikan gagalkan produk hukum khusus bagi orang Papua yang justru melemahkan.
"Polemik antara MRP dan Fraksi Otsus DPR sangat melemahkan dan tidak solid sesama OAP dalam melihat persoalan Papua Barat ke depan," tambah Fakdawer. *