JAYAPURA,– TNI secara tegas telah membantah penggunaan bom fosfor dalam perburuan Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata ( KKSB) di Nduga sebagaimana tudingan salah satu surat kabar mingguan Australia, The Saturday Paper.
Kepala Peralatan Daerah Militer (Kapaldam) XVII Cenderawasih, Kolonel Cpl. Dwi Sumartono kepada sejumlah awak pers di Jayapura, Rabu (26/12) membenarkan adanya penggunaan granat. Meski demikian, granat yang digunakan tersebut tidaklah berbahaya karena hanya berupa granat asap yang biasa digunakan sebagai pertanda isyarat atau penanda zona sasaran, serta menghalau musuh dalam pertempuran.
"Ini bukan bom, jadi beda ya granat dengan bom. Kalau bom itu digunakan untuk memusnahkan dan menghancurkan, beda dengan granat. Granat juga bisa menewaskan tetapi dalam radius tertentu” ungkap Dwi Sumartono.
Dia menjelaskan, setidaknya ada empat jenis granat yang biasa digunakan oleh pasukan Infanteri di Indonesia. Salah satunya adalah granat asap yang biasa digunakan dalam penerjunan ataupun sebagai penanda.
“Kalau granat asap ini tipenya GT6-AS, fungsinya hanya sebagai tabir, isiannya hanya Hiroten yang adalah salah satu bahan kimia yang bereaksi dengan udara dan menjadi asap secara otomatis karena sifat kimianya seperti itu. Waktu paling lama dari granat jenis ini mengeluarkan asap tidak lebih dari 25 detik” jelas Dwi yang didampingi Kependam Cenderawasih, Kolonel Inf. Muhammad Aidi.
Lanjutnya, granat asap GT6-AS buatan PT. Pindad ini cukup aman karena hanya mengeluarkan asap dengan berbagai macam warna
Selain GT6-AS, ada juga granat tipe M-406 buatan Amerika, CIS 40 AGL buatan Singapura dan satu granat lainnya adalah buatan Pindad. Senjata yang digunakan untuk ketiga jenis granat lontar ini sama saja yakni jenis SPG-A1 kaliber 40 mm.
“Senjata dan granat jenis ini biasanya digunakan oleh Satgas Pamtas atau Pamrahwan saat melakukan Rik Siap Ops. Jarak capai dari senjata yang melontarkan ketiga granat ini maksimal 400m. Jadi didalam 1 regu biasanya sesuai taktik Infanteri pasti akan ada satu senjata seperti ini” bebernya
Adapun jarak mematikan proyektil ini juga terbatas tidak seperti apa yang telah digambarkan oleh KKB. “Ini adalah senjata standar paling rendah yang digunakan oleh pasukan infanteri seluruh dunia” bebernya lagi.
Dalam sebuah artikel berjudul ‘Exclusive: Chemical weapons dropped on Papua’ yang dimuat The Saturday Paper di edisi nomor. 236 terbitan 22 Desember 2018 tersebut, TNI di tuding telah melakukan penyerangan menggunakan bom fosfor (White Phospor) melalui udara sehingga menyebabkan banyak warga sipil yang terluka dan tewas dalam serangan tersebut. Bahkan, dalam artikel tersebut, The Saturday Paper juga menggambarkan bahwa bom yang digunakan TNI itu ujungnya berwarna kuning.
Perburuan terhadap KKSB pimpinan Egianus Kogoya ini dilakukan aparat gabungan TNI Polri, setelah kelompok yang mengklaim berjuang untuk kemerdekaan Papua ini melakukan penembakan terhadap pekerja jalan Trans Papua di Distrik Yigi Kabupaten Nduga, 2 Desember lalu. Tepatnya sehari setelah peringatan HUT Kemerdekaan Papua, 1 Desember. Peristiwa ini menewaskan, 17 karyawan PT.Istaka Karya tewas, seorang pegawai PUPR dan seorang anggota TNI. Semenetara tiga orang warga sipil (penduduk setempat) lainnya yang diduga kelompok KKSB juga tewas saat terjadi kontak tembak dengan aparat gabungan TNI Polri.*