MANOKWARI,- Kehadiran BP Migas di Provinsi Papua Barat tentu saja telah memberikan manfaat. Di antaranya tentang dana bagi hasil Migas (DBH Migas) yang sudah dinikmati oleh Papua Barat, termasuk daerah penghasil.
Padahal Teluk Bintuni sebagai daerah penghasil migas, tetapi sangat bermanfaat besar bagi daerah maupun pemerintah Pusat.
Kepala Perwakilan SKK Migas wilayah Papua-Maluku, A. Rinto Pudyantoro mengklaim bahwa, pihak BP Tangguh telah mencapai berbagai hal di daerah Papua Barat. Salah satu contoh adalah DBH Migas, dimana dana itu mengalir sampai ke daerah dan tentu DBH itu dimasukkan ke dalam APBD.
Di samping itu, juga perusahaan minyak lainnya di luar Bintuni, seperti Sorong ada Petrogas, Termsuk BP Migas yang juga telah memberikan pendapatan kepada daerah.
"Jadi, hadirnya perusahaan minyak di Papua Barat ini seperti halnya BP Tangguh, LNG Tangguh setidaknya sudah memberikan lapangan pekerjaan kepada masyarakat sekitar," kata Rinto saat jumpa pers, Rabu (12/12).
Lebih lanjut, kata Rinto, bukan saja BP Tangguh, LNG Tangguh dan perusahan migas lainnya konsen pada migas, tetapi ada manfaat lain juga seperti halnya kehadiran perusahan minyak yang tersebar di daerah ini juga mensuport tenaga kerja, meningkatkan perekonimian rakyat di daerah penghasilan, pembangunan mulai rame seperti perhotelan dan lain sebagainya.
"Jadi, intinya kehadiran BP Migas untuk memberikan manfaat banyak dan beragam kepada masyarakat, termasuk pemerintah daerah penghasil migas dan pemprov melalui DBH," jelas Rinto.
Menurut Rinto, terdapat 12 manfaat perusahan minyak hadir di Papua Barat, misalnya serap tenaga kerja, buka lapangan pekerjaan, pemberdayaan ekonomi rakyat, PAD migas untuk daerah dan suplai listrik kepada PLN.
Manfaat lain, juga mengandeng fendor lokal bekolaborasi dengan pihak perusahaan. Artinya semuanya ini berdampak langsung kepada masyarakat.
"Namun melalui pertemuan kali ini, antara Disnakertrans Papua Barat, SKK Migas, BP Indonesia dan wartawan berbagai media membahas tentang tenaga kerja khusus OAP," ucap Rinto.
Rinto mengklaim bahwa dalam melaksanakan proyek migas ini lebih mengacu kepada dokumen aturan Amdal. Salah satunya memprioritaskan tenaga orang asli Papua untuk dipekerjakan di perusahan migas yang beroperasi di daerah Papua Barat.
Di sisi lain pihak perusahaan juga memiliki kelemahan dari partisipan interest sebesar 10% yang merupakan hak untuk pengelolaan, namun belum berjalan. *