MANOKWARI,- Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy mendukung keinginan dan kehendak para korban dan keluarga korban kasus dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Wasior pada tahun 2001 untuk diselesaikan secara hukum melalui Pengadilan HAM.
Menurut Warinussy, ini sejalan dengan riwayat kronologis kasus dugaan pelanggaran HAM Wasior yang sudah diselidiki sejak tahun 2003. Penyelidikan kasus dugaan pelanggaran HAM Wasior dimulai oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tersebut telah menggunanakan instrumen hukum, yaitu Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM.
"Dengan demikian segenap perbuatan aparat keamanan Brimob Polri yang bertugas saat itu (2001-2002) baik dari tingkatan pemberi perintah hingga pelaksana di lapangan telah dimintai keterangan oleh Tim Ad Hoc Komnas HAM," kata Warinussy melalui siaran pers kepada wartaplus.com, Minggu (11/11).
Kata dia, sebenarnya seluruh hasil penyelidikan Komnas HAM telah memenuhi standar hukum dan unsur-unsur Perbuatan Pelannggaran HAM yang diatur dalam amanat Pasal 7, 8 dan 9 UU RI No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM tersebut.
Untuk itu, sebagai Advokat dan Pembela HAM di Tanah Papua, Warinussy menduga keras perbuatan aparat keamanan Brimob Polri saat itu (2001-2002) cenderung memenuhi kategori Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (crimes against humanity) sebagaimana dirumuskan dalam pasal 8 UU RI No.26 Tahun 2000 tersebut.
Bahkan menurutnya, ada kecenderungan mengarah ke kejahatan genosida (the crime of grnocide) dan kejahatan penyerangan (the crime of agression).
"Kenapa saya bisa mengatakan ada kecenderungan mengarah ke genosida? Karena ada fakta bahwa para korban kasus Wasior rata-rata warga sipil Orang Asli Papua (OAP) dari suku Wandamen yang adalah penduduk asli pesisir kawasan Wondama hingga jazirah pegunungan Kuri, dataran lembah Urere dan Udik Simo," katanya.
Lanjut Warinussy, kemudian merupakan juga perbuatan agresi, karena diduga ada "serangan/agresi" yang dilakukan oleh aparat keamanan atas inisiatif "komando" yang sasarannya adalah warga sipil tidak bersenjata. Oleh sebab itu, sebagai Peraih Penghargaan Internasional di bidang HAM "John Humphrey Freedom award" tahun 2005 di Canada, Warinussy mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Kepala Negara agar memerintahkan dibentuknya Pengadilan HAM Kasus Wasior di Pengadilan Negeri Manokwari-Papua Barat dengan Keputusan Presiden (Keppres).
"Presiden Jokowi juga segera memerintahkan Jaksa Agung RI M.Prasetyo untuk segera melakukan pelimpahan berkas perkara dugaan pelanggaran HAM Berat Wasior 2001 ke Pengadilan HAM sesuai amanat UU RI No.26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM" tambah Warinussy. *