JAYAPURA,- Musyawarah penyelesaian sengketa Pilkada Gubernur Papua 2018 terkait dugaan ijazah palsu salah satu calon Gubernur Papua John Wempi Wetipo yang diajukan oleh Tim kuasa hukum LukMen, akhirnya berakhir pada putusan oleh Bawaslu Provinsi Papua dengan menolak permohonan Pemohon.
Putusan tersebut dibacakan langsung oleh Ketua Bawaslu Provinsi Papua Fegie Wattimena, Sabtu (10/3) pagi. Penolakan tersebut sesuai dengan bukti fakta yang telah diajukan dan dipertimbangkan dalam rapat pleno Badan pengawas pemilihan umum provinsi Papua pada Jumat (9/3) dengan surat putusan nomor register 01/PS/PWS/PA/33.00/II/2018 yang dibawacakan pada musyawarah putusan sengketa ijazah palsu di runag Sidang Bawaslu Provinsi Papua, Sabtu (10/3) pagi.
Dalam amar putusan yang dibacakan oleh Ketua Bawaslu Provinsi Papua Fegie Watimena yang berbunyi amar putusan UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota,(B) menjadi badan pengawan pemilihan umum nomor 15 tahun 2017 tentang tata cara penyelesaian sengketa pemilihan Gubernur, wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota menetapkan, menolak pemohonan pemohon untuk seluruhnya.
Pembacaan putusan itu juga dihadiri oleh anggota Bawaslu Anugrah Patah dan Yakob. Kuasa hukum termohon dalam hal ini KPU Provinsi Papua, Pieter Ell SH saat diwawancarai beberapa waktu lalu, mengungkapkan bahwa terkait permohonan pemohon (kuasa hukum Paslon Lukmen) yang mempersoalkan keabsahan ijasah S1 Wempi Wetipo di Sekolah Tinggi Silas Papare adalah bukan menjadi kewenangan termohon untuk melakukan verifikasi. Soalnya, ijasah tersebut tidak pernah diajukan sebagai syarat calon.
"Patut diduga ada unsur pidana, karena seharusnya ini di ajukan kepada institusi lainnya, untuk itu maka dalam persepsi kami kepada pimpinan Bawaslu agar permohonan pemohon tidak diterima," ujar Pieter.
Menurutnya, persoalan-persoalan sengketa S1 ini telah ada putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam sengketa Pilkada Kabupaten Jayawijaya dalam register no. 151/PHPU-D/XI/2013 tanggal 7 November 2013 yang diajukan oleh bakal calon Paskalis Kossay dan Ibrahim Lokobai beserta pasangannya di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Terkait dengan pokok permohonan pada dasarnya menitik beratkan pada status S1 dan S2 atas nama JWW yang diperoleh dari Silas Papare. Terkait dengan pokok pemohon maka termohon menanggapi bahwa proses pendaftaran yang dilakukan pada 10 Januari yang diajukan oleh JWW, SH, MH sebagai bakal calon, benar telah diterima sebagai salah satu peserta dan diminta menyertakan foto kopi ijasah S1 dan S2 dari Uncen sesuai dengan tahapan," jelasnya.
Permohonan yang diajukan oleh pemohon itu, menurut Pieter, seharusnya diajukan ke Gakkumdu sesuai dengan Pasal 2 Ayat 1 tentang peraturan bersama Bawaslu RI, Kapolri, dan Kejaksaan Agung RI tentang sentra penegakan hukum terpadu, karena Bawaslu tidak menangani sengketa proses Pilkada yang mengandung unsur pidana.
"Untuk itu mohon pimpinan sidang pemeriksaan perkara ini untuk menolak permohonan-permohonan dalam putusan pendahuluan dissmisal," tandasnya. Selain itu juga kasus terkait dugaan ijazah palsu itu juga pernah di SP-3kan oleh Polda Papua, dimana Gelar perkara menyimpulkan berdasarkan alat bukti, Wempi Wetipo selaku Bupati Jayawijaya tak cukup bukti melakukan perbuatan membuat dan atau menggunakan ijazah Sarjana Sosiologi lulusan Sekolah Tingi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIPOL) Silas Papare Jayapura pada Tahun 1999, sebagai mana yang dimaksud dalam pasal 263 KUHP.
Polda Papua ketika itu menyatakan karena tidak cukup bukti sehingga penyidikan dihentikan. Keputusan tersebut diambil setelah meminta keterangan sejumlah pihak sebagai saksi, termasuk pengelola Yayasan Mandala Trikora, operator Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIPOL) Silas Papare Jayapura.
Proses penyidikan terhadap John Wempi Wetipo (JWW) lima tahun lalu jelang pelaksanaan Pilkada Jayawijaya 2013, ketika JWW hendak maju periode kedua sebagai Bupati Jayawijaya periode 2013 – 2018 itu dilakukan Polda Papua menyusul adanya aduan dari Solidaritas Peduli Pembangunan Masyarakat Jayawjaya (SPPMJ) yang di motori Yulianus Mabel. [Cholid]