MANOKWARI,- Tujuhbelas tahun lamanya yakni sejak tanggal 21 November 2001 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua diundangkan ke dalam lembaran negara.
Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua, Yan Christiann Warinussy mencatat bahwa pemenuhan amanat luhur lahirnya kebijaksan otsus tersebut dalam konteks perlindungan HAM bagi Orang Asli Papua (OAP) belum dipenuhi oleh Negara.
Padahal di dalam konsideran huruf F disebutkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Provinsi Papua, juga Papua Barat selama ini belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan.
Bahkan belum sepenuhnya memungkinkan tercapainya kesejahteraan rakyat, belum sepenuhnya mendukung terwujudnya penegakan hukum, dan belum sepenuhnya menampakkan penghormatan terhadap HAM di tanah Papua.
Dengan demikian pemenuhan amanat Pasal 45, Pasal 47 dan Pasal 47 UU No.21 Tahun 2001 menjadi hal urgen dan mendesak bagi pemerintah daerah di Tanah Papua.
Menurutnya, berdirinya Perwakilan Komnas HAM di Jayapura adalah salah satu bukti bagi dijalankannya agenda penghormatan dan perlindungan HAM bagi masyarakat Papua itu sendiri.
"Berkenaan dengan itu berdasarkan amanat UU No. 35 Tahun 2008, saya mendesak Gubernur Papua Barat dan Pimpinan Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat (MRPB) dan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Papua Barat (DPR PB) untuk segera mendesak pembentukan perwakilan Komisi Nasional HAM di Manokwari-Papua Barat" ungkap Warinussy, Rabu (31/10).
Dikatakan Warinussy, pembentukan kantor Perwakilan Komnas HAM pada tahun 2018 ini. Sebab, perlu diketahui bahwa Perwakilan Komnas HAM adalah sebagai organisasi resmi Negara yang sangat urgen hadir di Manokwari untuk membantu pemerintah dan negara dalam terus melakukan pendidikan HAM, pendampingan kasus dan pemantauan situasi. *