MANOKWARI,- Pengakuan masyarakat adat dan kontribusinya dalam pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) berkelanjutan pada sesi diskusi International Conference on Biodiversity, Ecotourism and Creative Economy (ICBE) Tahun 2018.
Diundang sebagai pemateri pada diskuis ICBE, yakni Rukka Sombolinggi adalah Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara. Kehadirannya membicarakan tentang kebijakan Nasional dan Internasional dalam perlindungan masyarakat adat dan hak-hak atas sumber daya alam (SDA).
“Papua dan Papua Barat merupakan satu tanah Papua, maka saya menyarankan untuk bersatu membahas tentang apa yang menjadi persoalan ditengah masyarakat adat Papua, sebab kalau tidak diselamakan hutan adat, maka kedepannya hutan adat akan hilang dan dirampas oleh oknum yang tidak bertanggungjawab,” kata Rukka pada diskusi, Senin (8/10).
Sementara itu, Lawyer dan Direktur LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy juga di undang membicarakan tentang peluang pengakuan hak-hak masyarakat adat di tanah Papua. Dalam diskusi itu, Warinussy menilai bahwa pengakuan masyarakat adat belum dijamin dengan produk hukum seperti perdasus atau perdasi.
Padahal Papua diberikan kekhususan berdasarkan UU Otsus, namun masih saja hak dasar terabaikan, maka diharapkan adanya perdasus yang memperkuat hak-hak dasar masyarakat adat.
Pembicara lainnya adalah Selpi Maria Lani, dari Yayasan Bina Adat Walesi Wamena membicarakan tentang hak-hak dasar perempuan Papua, dia juga salah satu perempuan Papua yang berhasil membina masyarakat dalam pengelolaam Kopi berbasis wilayah kelola adat di Kurima, Kabupaten Wamena, Provinsi Papua.
Melalui kegiatan ICBE ini, Selpi juga mendapat kabar baik bahwa dewan Kopi Indonesia melirik usaha Kopi Kurima, maka ada upaya kerjasama melalui bisnis kopi Kurima Wamena kedepannya. Bahkan dia berharap kedepannya hak-hak masyarakat adat dijaga, kemudian perempuan Papua tidak boleh dikalahkan oleh laki-laki, namun harus sejajar.
Selanjutnya, Bupati Jayapura Mathius Awoitauw yang juga adalah LSM Liptek Papua membicarakan tentang tata pemerintahan lokal dalam konteks pengakuan adat di tanah Papua.
Kata Bupati Mathius, pengakuan masyarakat adat terhadap hutan adat kedalam perlindungan hukum di kampung sudah diperjuangkan dan diterapkan, khususnya di Jayapura, maka kedepannya harus ada sinergitas antara Papua dan Papua Barat untuk melindungi hutan adat di Papua.
Kemudian Agus Sumule, hadir membahas Sumber Daya Alam sebagai modal dasar pembangunan berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Menurut Sumule, ada dana otsus yang dipergunakan untuk memperdayakan masyarakat adat agar tetap menjaga dan mengelola hutan adat di Papua maupun Papua Barat. Hadir juga Herman Remetwa, Pokja Percepatan Perhutanan Sosial, Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat membicarakan tentang capaian pmetaan wilayah adat di tanah Papua.
Kata Herman, penataan hutan adat merupakan konsen dinas kehutanan, bahkan keberpihakan dalam perhutanan sudah dan sedang dikerjakan, misalnya pengakuan hutan adat di Sorong Selatan Papua Barat sudah dilakukan dan berhasil sementara ini, termasuk masih ada pengusulan daerah lainnya.
Diskusi yang dipandu langsung oleh Ketua STIH Manokwari Filep Wamafma hanya berlangsung kurang lebih dua jam dengan sesi tanya jawab masing-masing diberikan waktu 15-30 menit, namun diskusi itu disaksikan langsung tamu asing, tamu nasional dan lokal Papua dan Papua Barat. *