MANOKWARI,- Difteri adalah infeksi bakteri yang umumnya menyerang selaput lendir pada hidung dan tenggorokan, serta terkadang dapat memengaruhi kulit. Penyakit ini sangat menular dan termasuk infeksi serius yang berpotensi mengancam jiwa.
Kasus Difteri ini ternyata sudah ditemukan di Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat, bahkan kasus ini telah mengancam kesehatan dua bocah. Salah satunya berinisial Z berusia 5 tahun hingga meninggal dunia di RUSD Manokwari, sedangkan satunya masih dirawat inap.
Hal ini disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Papua Barat Otto Parorongan melalui siaran pers kepada wartawan, Selasa (25/9). Namun melalui paparan dinkes bahwa Kasus Ditferi yang mengancam dua warga itu dipengaruhi karena masa hidup anak tersebut tidak mendapat Imunisasi secara bertahap sejak lahir.
"Akibat tidak mendapat imunisasi sehingga membuat pasien harus meninggal dunia lantaran kekebalan tubuh melemah karena tidak mendapat imunisasi secara bertahap," kata Parorongan.
Kasus Ditferi ini merupakan jenis penyakit baru yang ditemukan pertama kali di Manokwari, padahal sebelumnya kasus ini banyak ditemukan di Jawa Timur.
Untuk mengetahui jenis penyakit tersebut, pihak dinkes Papua Barat sudah mengambil sampel lendir pasien yang masih menjalani rawat inap untuk diperiksa ke Laboratorium Surabaya.
Tidak hanya dinkes memastikan sampel ke laboratorium, tetapi meminta data kepada keluarga pasien secara medis agar mengetahui dampak dan asal muasal Defteri dimaksud.
Pihaknya juga melakukan survei dan koordinasi tingkat kabupaten/kota serta turun lapangan agar mengetahui bagaimana masyarakat Papua Barat terbebas dari penyakit tersebut.
Agar diketahui bahwa Difteri termasuk salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dan imunisasi terhadap difteri termasuk ke dalam program imunisasi wajib pemerintah Indonesia.
Imunisasi difteri yang dikombinasikan dengan pertusis (batuk rejan) dan tetanus ini disebut dengan imunisasi DTP. Sebelum usia 1 tahun, anak diwajibkan mendapat 3 kali imunisasi DTP.
Cakupan anak-anak yang mendapat imunisasi DTP sampai dengan 3 kali di Indonesia, pada tahun 2016, sebesar 84%. Jumlahnya menurun jika dibandingkan dengan cakupan DTP yang pertama, yaitu 90%.
Penyebab Difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae. Penyebaran bakteri ini dapat terjadi dengan mudah, terutama bagi orang yang tidak mendapatkan vaksin difteri. Ada sejumlah cara penularan yang perlu diwaspadai.
Seperti terhirup percikan ludah penderita di udara saat penderita bersin atau batuk. Ini merupakan cara penularan difteri yang paling umum.Barang-barang yang sudah terkontaminasi oleh bakteri, contohnya mainan atau handuk.
Sentuhan langsung pada luka borok (ulkus) akibat difteri di kulit penderita. Penularan ini umumnya terjadi pada penderita yang tinggal di lingkungan yang padat penduduk dan kebersihannya tidak terjaga.
Bakteri difteri akan menghasilkan racun yang akan membunuh sel-sel sehat dalam tenggorokan, sehingga akhirnya menjadi sel mati. Sel-sel yang mati inilah yang akan membentuk membran (lapisan tipis) abu-abu pada tenggorokan. Di samping itu, racun yang dihasilkan juga berpotensi menyebar dalam aliran darah dan merusak jantung, ginjal, serta sistem saraf.
Terkadang, difteri bisa jadi tidak menunjukkan gejala apapun sehingga penderitanya tidak menyadari bahwa dirinya terinfeksi. Apabila tidak menjalani pengobatan dengan tepat, mereka berpotensi menularkan penyakit ini kepada orang di sekitarnya, terutama mereka yang belum mendapatkan imunisasi. *