WARTAPLUS - Sebanyak 16 perempuan asal Indonesia menjadi korban perdagangan manusia (human trafficking). Mereka dikirim ke China dan diperjual-belikan ke warga setempat dengan harga Rp 400 juta. Kasus ini diketahui setelah keluarga korban mengadu ke Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Ketua Jaringan Advokasi Rakyat Partai Solidaritas Indonesia (Jangkar Solidaritas) Muannas Alaidid mengungkapkan, kasus ini berawal pada Mei 2018 lalu, saat 16 perempuan Indonesia dari Purwakarta, Subang, Bandung, Tangerang, dan Tegal diberangkatkan ke China.
Mereka diiming-imingi pekerjaan dengan gaji yang besar sebagai penjual kosmetik di sana. Ternyata, para korban malah dinikahkan dengan para pria setempat, dengan surat izin orangtua yang dipalsukan.
“Berdasarkan pengakuan korban, mereka diperjual-belikan oleh calo atau agen perusahaan dengan nilai Rp 400 juta per orang,” kata Muannas (19/9/2018).
Muannas mengatakan, transaksi Rp 400 juta itu baru diketahui para korban setelah mereka meminta dipulangkan ke Indonesia. Mereka tidak diperbolehkan untuk pulang ke Indonesia karena suaminya merasa sudah membeli dengan harga ratusan juta.
“Ketika dia ingin pulang direspons, 'kamu tuh sudah saya beli. Saya kasih agen kamu Rp 400 juta'. Jadi ini seperti kawin kontrak, tapi terselubung. Korbannya tidak mengetahui,” kata Muannas.
Muannas mengatakan, Polda Jabar sebenarnya sudah mengusut kasus ini berdasarkan laporan dari keluarga korban. Kepolisian juga sudah menangkap tiga orang pelaku yang mengirimkan mereka. Dua pelaku merupakan warga negara Indonesia, sementara satu pelaku lainnya adalah warga China.
“Kita mengapresiasi kepolisian yang sudah menangkap pelaku. Tapi korban juga harus segera dipulangkan. PSI akan segera menyurati Kapolri. Kita berharap Polri bisa bekerjasama dengan Interpol,” kata Muannas.
Muannas menambahkan, PSI juga akan menyurati kementerian terkait seperti Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak. Ia berharap pemerintah bisa segera memulangkan para korban karena mereka juga mendapat siksaan dari para suaminya. Hal ini diketahui langsung oleh PSI dari para korban. Para korban secara sembunyi-sembunyi melaporkan kondisi mereka melalui video call.
“Para korban juga tidak pernah dinafkahi. Lebih parah lagi, di antara mereka ada yang dipaksa minum obat penyuburan 3 kali sehari agar cepat hamil dengan target memproduksi banyak anak. Kekerasan seksual secara terus-menerus dialami para korban. Ini sungguh biadab,” kata dia.