JAYAPURA,- Kondisi nilai tukar Rupiah (Rp) terus tergerus terhadap mata uang Dollar ($) Amerika Serikat. Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar hingga posisi Rabu kemarin telah menembus angka Rp 15.078 per Dolar.
Menanggapi hal itu, Bank Indonesia (BI) Perwakilan Provinsi Papua menyatakan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat itu dipicu oleh faktor global.
Faktor tersebut yang membuat rupiah terus tertekan sejak awal Februari lalu, akan tetapi adanya kenaikan itu hingga saat ini tidak mempengaruhi perekekonomian Indonesia secara umum, dan Papua secara khusus.
Kepala BI Perwakilan Provinsi Papua, Joko Supratikto mengungkapkan, melemahnya nilai tukar Rp terhadap Dolar ini tidak mempengaruhi kondisi perokonomian di Indonesia seperti yang pernah terjadi pada 1998 lalu. Dan masyarakat juga tidak perlu khawatir bahwa kondisi perekonomian Indonesia tidak dalam situasi krisis atau diambang kebangkrutan dan sebagainya.
“Dari sisi frundamental ekonomi, kondisi Indonesia masih sangat bagus. Walaupun memang BI dan Pemerintah tetap waspada dengan tetap menjaga rupiah tidak terus melemah. Kita akan terus melakukan berbagai upaya kebijakan, dan sekali lagi kami menegaskan kepada seluruh lapisan masyarakat, untuk tidak perlu khawatir, karena selain daya beli masyarakat yang masih sangat bagus, inflasi kita juga masih sangat terjaga,” ujar Joko, Kamis (6/9).
Joko membandingkan kondisi yang ada saat ini dengan kondisi 1998 lalu yang mana Upah Mininum Provinsi (UMP) dii Papua tercatat sebesar Rp195.500 atau setara dengan 11,6 USD dan harga beras pada saat itu masih Rp2.800 per kilo, sehingga UMP Papua ketika dibelikan beras pada saat tersebut hanya dapat 69 kilo.
“Sekarang ini UMP Papua sudah Rp2,8 juta dan harga beras medium Rp10 ribu/kg. Dimana jika UMP itu dipakai untuk membeli beras, bisa mencapai 289 kilo, artinya dengan UMP sekarang dengan dibandingkan UMP 1998 masyarakat tetap masih bisa membeli beras yang lebih banyak dan kalau di kurskan kedalam dollar, UMP Papua yang Rp2.890.000 kursnya Rp15.000 setara dengan 192 USD. Hal itu jika kita bandingkan dengan 1998 UMP Rp195.500 dan kursnya Rp 16.800, cuma 11,6 dollar,” jelasnya.
Menurut Joko, sebenarnya daya beli masyarat tidak terlalu berpengaruh terhadap kondisi yang ada saat ini, karena kenaikan UMP itu sudah cukup bagus untuk mengimbangi inflasi. Volume rupiah memang mempengaruhi harga barang tetapi harga-harga yang terbatas pada impor seperti barang elektronik, kendaraan bermotor dan makan seperti kedelai.
“Tetapi jika dilihat dari inflasi 2018 hal itu masih rendah jika dibandingkan 1998 yang berada diangka 78,2 persen. 2018 inflasi kita diangka 3,2 persen secara nasional, selain itu angka kemiskinan 1998 diangka 24,2 persen, tahun ini angka kemiskinan itu hanya mencapai 9,8 persen secara nasional. Yang paling penting saat ini adalah, cadangan devisa di 1998 diangka USD 23,61 miliar, sedangkan di tahun ini diangka USD 118,3 miliar, kondisi politik juga lebih membaik. Pertumbuhan ekonomi kita jika dibandingkan 1998 diangka -13,34 persen, dan 2018 diangka 5,27 persen, artinya kita tetap bisa menjaga kondisi ekonomi yang Indonesia ini,” pungkasnya. *