MANOKWARI,- Terdapat 5 rancangan peraturan daerah khusus (Raperdasus) yang sedang dibahas saat ini. Bapimperda DPR sudah menyiapkan untuk membawanya ke pleno Paripurna Istimewa DPR Papua Barat pada Senin (3/9) hari ini.
Kelima Reperdasus tersebut sangat urgen, di antaranya Raperdasus pemetaan wilayah adat. Tentu saja raperdasus ini berdampak kepada investasi dan keberpihakan masyarakat adat.
Kedua, raperdasus konservasi Papua Barat yang sudah lama diusulkan, namun tidak dibahas, lalu informasinya berkembang akan dibahas pada raperdasus konservasi keberlanjutan.
"Informasi ini diketahui pada saat ketua DPR Papua Barat, Wagub dan Dinas Kehutanan pada bulan lalu berkunjung ke salah satu negara Eropa tentang keberlanjutan konservasi Papua Barat, namun akan dibawa ke dalam konservasi keberlanjutan, namun hal itu tidak diketahui oleh DPR," kata Ketua Fraksi Otsus DPR Papua Barat, Yan Anton Yoteni saat jumpa pers, Minggu (2/9) sore.
Lanjut dia, Ketiga, raperdasus revisi perdasus 16 tentang anggota DPR yang diangkat lewat masyarakat adat. Dimana raperdasus ini harus bersamaan dengan anggota DPR yang akan dipilih melalui partai politik.
Kata dia, raperdasus ini dibahas untuk melalui tahapan pengusulan keterwakilan masyarakat adat dari daerah atau klaster hingga masuk ke tahap seleksi di pantia seleksi (pansel) nantinya.
Keempat, raperdasus tentang pembagian dana otonomi khusus (otsus) Papua Barat. Termasuk kelima adalah raperdasus tentang dana bagi hasil (DBH) minyak dan gas (migas) Papua Barat.
Terkait raperdasus DBH di Papua Barat, tegas Yoteni, tentu menjadi perhatian saat ini oleh pemerintah, DPR, MRP, dan lembaga tokoh masyarakat, terutama daerah penghasil migas yang didalamya ada masyarajat adat pemilik hak ulayat.
Bahkan selama ini daerah administrasi Papua maupun Papua Barat tidak memiliki raperdasi DBH itu, maka sangat rugi padahal Papua memiliki UU Otsus.
Atas pembahasan 5 raperdasus ini, Yoteni mengharapkan media sebagai kontrol publik diminta mengawasi dan mengawal semua raperdasus ini sehingga jangan sampai ada upaya menggagalkan kelima raperdasus tersebut.
"Saya anggap raperdasus ini misteri, sebab sudah pernah dibahas oleh DPR periode sebelumnya namun tidak kunjung selesai dan tidak diundangkan, saya anggap raperdasi DBH ini sangat misteri, sementara migas terus dikeruk untuk dihasilkan dan dibawa. Pemerintah dan masyarakat adat menjadi penonton," katanya kesal.
Satunya lagi adalah raperdasus tentang pengusaha asli Papua, dimana hal ini sangat penting, sebab pengusaha asli Papua harus menjadi tuan di negerinya sendiri.
Oleh karena itu, lanjut Yoteni, semua raperdasus ini dikawal bersama sehingga proses pembahasan hingga diundangkan ke dalam perdasus dan bisa menjadi harapan masyarakat Papua di Papua Barat ke depannya.
"Kita berharap jangan sampai raperdasus ini hilang d itengah jalan, wartawan diminta mengawasi pemerintah, DPR agar raperdasus ini jangan hilang begitu saja dan beberapa raperdasus ini menjadi konsentrasi kami dari fraksi otsus DPR Papua Barat," tambah Yoteni. *