PT Urampi Pertanyakan Aturan Proses Lelang, Kata Pokja 4 Dinas PUPR, “Suka-Suka Saya”

Direktur PT Urampi Indah Pratama saat memberikan keterangan pers terkait proses pelelangan proyek senilai Rp 29 miliar/Albert

MANOKWARI,- Dinilai tidak sesuai prosedur, PT Urampi Indah Pratama akan melaporkan proses lelang proyek Jalan Wombu Undurara yang berada di Kabupaten Teluk Wondama Provinsi Papua Barat ke PTUN Jayapura.

Untuk mempermasalahkan kerja Pokja 4 ke PTUN Jayapura, PT Urampi siapkan 4 pengacara. Tak sampai disitu, pokja itu juga dinilai menyalahi aturan lelang dan salah satu ASN yang menjadi panitia lelang proyek tersebut keluarkan kalimat 'suka-suka saya' kepada pengusaha asli Papua tersebut.

Direktur PT Urampi Indah Pratama, Radia Albertoh Wanggai mengemukakan, pasca-digagalkan oleh Pojka/pelelangan IV Dinas Pekerjaan Umum Papua Barat saat dilakukan lelang proyek jalan Wombu Undurara senilai Rp 29 miliar, ia menyayangkan pernyataan yang dilontarkan salah satu panitia yang dinilainya tidak elok.

Menurut penjelasan Direktur PT Urampi Indah Pratama bahwa pada saat lelang diikuti oleh dua perusahan, yakni PT Indoprima Manokwari Perkasa dan PT Urampi Indah Pratama.

Nilai penawaran proyek Rp 29 miliar dengan nilai tertinggi ditawarkan oleh PT Indoprima Manokwari Perkasa senilai Rp 28 miliar, sedangkan PT. Urampi Indah Pratama dengan nilai terendah Rp 25 miliar, namun PT. Urampi Indah Pratama kalah lelang tanpa bukti.

Radia Wanggai, Putra asli Papua asal Serui ini menilai ada permainan oleh panitia lelang sehingga dikalahkan. Padahal dari sisi dokumen dan persyaratan dalam mengikuti proses pelelangan sudah lengkap, bahakan dari sisi aturan pemerintah telah dilalui, termasuk sesuai aturan pelelangan.

Padahal pengusaha asli Papua ini memiliki perusahaan dengan gret 12 itu mengaku, surat jaminan penawaran miliknya tidak sesui dengan yang diminta Pokja/Panitia lelang, sebab dia menggunakan surat jaminan penawaran dari perusahaan asuransi.

Padahal menurutnya, surat jaminan penawaran itu diatur dalam peraturan atau sesuai acuan dokumen lelang, surat jaminan penawaran dapat menggunakan perusahaan bank maupun perusahaan asuransi.

Kata Wanggai, pada tanggal 24 Agustus 2018 sekira pukul 02.56 WIT, Pokja 4 menerbitkan berita acara baru yang menerangkan bahwa surat jaminan penawaran harus menggunakan dukungan bank umum atau bank swasta. Padahal, jelas jelas di dalam aturan menerangkan dapat menggunakan perusahaan asuransi, dalam hal ini mereka gunakan asuransi Jamkrindo.

Hal kedua kata Wanggai, PT Urampi tidak mendapat undangan atau pemberitahuan untuk pembuktian dokumen. Lalu tiba-tiba muncul berita acara bahwa PT Urampi jatuh pada proses pelelangan karena menggunakan surat jaminan penawaran.

"Jumat kemarin, kami mendatangi tim Pokja 4 dan mempertanyakan soal surat jaminan penawaran itu. Atas dasar apa, Pokja 4 mengatakan jaminan asuransi tidak bisa digunakan, sedangkan jamiman asuransi memiliki kekuatan hukum yang kuat, diatura dalam peraturan Menteri PUPERA serta Menteri Hukum dan HAM?” tanya Wanggai. 

"Soal pergantian surat jamiman penawaran itu, saat saya tanyakan, tim Pokja justru menjawab, 'itu suka suka saya'. Wah, kenapa aturan yang sudah ditetapkan justru dipermainkan? Kita juga tidak diundang, tanpa satu surat pun. Lalu kemudian Pokja 4 mengumumkan pemenang lelang untuk PT Indoprima Manokwari Perkasa dengan penawaran 28 miliar," ucap Wanggai kepada wartawan di Manokwari, Sabtu (1/9) malam.

Diakui Wanggai, PT miliknya sebagai perusahaan dengan penawaran terendah, tidak dipanggil untuk diklarifikasi oleh tim Pokja 4 yang diketuai oleh Aswilan. Padahal, sebagai perusahaan dengan penawaran terendah, harusnya mereka dipanggil untuk diklarifikasi sesuai aturan pelelangan suatu proyek.

"Sebenanrnya, perusahaan dengan penawaran terendah itu sudah masuk titik aman. Harusnya, pokja 4 panggil untuk klarifikasi. Jika kita buktikan permintaan klarifikasi dengan penawaran terendah itu,  maka masuklah di pembuktian dokumen, jika lengkap maka penetapan pemenang, namun kami tidak dipanggil oleh panitia lelang," ujar Wanggai.

Lanjutnya lagi, angka terendah dalam penawaran itu sebenarnyaa  menguntungkan pemerintah, karena ada pengembalian ke kas negara. "Kenapa disini pakai angka tertinggi dan harus dimenangkan," tanya Wanggai.

Atas persoalan tersebut, lanjutnya, dia kemudian mempertanyakan keabsahan dari pokja 4 salah satunya sertifikat pelelangan, namun ternyata, kata Radia, mereka yang merupakan tim di Pokja 4 tidak memiliki sertifikat. Selain itu Pokja 4 masih diisi oleh ASN.

"Bagaimana tidak berdampak  KKN, dasar saja mereka sudah menyalahi aturan.  Sesuai aturannya, apa yang ditetapkan Pokja ini tidak sah," tuturnya.

Pasalnya, kategori eprov 4, harus memilki badan hukum sendiri. Dimana, biro lelang dibentuk, dan tidak dirangkap oleh ASN, tidak bisa menggunakan biro perlengkapan. Karena biro perlengkapan hanya mengurus daerah.

Setelah membentuk Biro tersendiri, barulah biro itu kemudian membuat SK untuk Pokja dan Unit Layanan Pengadaan. "Tidak bisa kita bawa dari intansi PU. Itu akan jadi unsur KKN," katanya dan menambahkan, malah yang terjadi, eprov 4 masih merangkap.

"Di Papua saja di bentuk badan sendiri. Makanya, kita harus gugat ke PTUN untuk keabsahan pokja 4," terangnya.

Dia meminta agar Gubernur Papua Barat dan Kadis PUPR Papua Barat untuk membatalkan PT Indoprima Manokwari Perkasa sebagai pemenang tender jalan tersebut, karena apa yang ditetapkan pokja 4 tidak sah dan tidak sesuai aturan hukum.

"Batalkan mereka. Kita fight, buktikan dokumen dan penawaran di atas meja atau di PTUN saja agar terbuka, dan lihat siap yang akan jadi pemenang. Jika tidak, Pokja 4 akan bertemu kita di PTUN, berlanjut ke Kejati dan KPK. Kita akan lakukan hal yang pernah kita lakukan sebelumnya," tegasnya.

Dia lalu mencontohkan soal lelang proyek jalan lingkar Pegaf. Saat itu hanya dua peserta lelang yang salah satunya adalah dia sebagai direktur PT. Urami. Kejadian pun terjadi sama, namun saat itu, kontraktor yang dimenangkan, mengundang dia bertemu di Jakarta dan mengaku sudah habis habisan untuk Pilkada Gubernur, jadi mereka minta untuk proyek itu tetap mereka yang kerjakan, dan mereka akan bantu proyek Lain, salah satunya jalan Wombu-Undurara.

"Oke, saat itu saya bersedia tidak ganggu. Ternyata, terbukti, rupanya paket jalan Wondu- Undurara juga ada grupnya mereka. Mereka ini bukan pengusaha OAP,  bekerja disini, dan satu nahkoda, untuk banyak perusahaan," bebernya.

Untuk itu, dia kembali meminta kepada Gubernur untuk membatalkan pemenang lelang proyek itu. "Jika tidak, maaf pak Gub, dan Dinas PUPR, paket ini kami tindak lanjut ke PTUN, Kejati, Polda dan juga KPK. Sebagai pengusaha papua, kami tidak takut dengan lelang. Ini seperti sekolah, kita sudah belajar. Sayangnya, kita ikut aturan, tapi kita malah diinjak lagi," tegasnya.

Salah seorang tokoh masyarakat dari Dewan Persekutuan Masyarakat Adat (DPMA) Papua, Djanes Marambur mengatakan, pembangunan jalan Wombu-Undurara akan sampai ke PTUN karena jelas-jelas ada pelanggaran hukum.

Pemerintah tidak bertujuan melanggar hukum, tapi kalau dibawa sampai ke PTUN berarti ada pelanggaran hukum yang terjadi.

"Sebagai pimpinan adat, Gubernur kenapa menaruh orang seperti itu? Ini harus dilihat dengan baik. Jalan yang seharuanya dinikmati masyarakat, justru dibelakangnya terjadi persoalan. Kenapa ada kalimat 'suka-suka saya' Ini sudah menyalahi aturan. Saya lebih sayangkan, Kadis PUPR orang Papua namun harus ada persoalan seperti itu," tegasnya.

Ditegaskan oleh Marambur bahwa ia sangat setuju jika PT Urampi hadirkan KPK. Apalagi persoalan yang terjadi terkait paket pekerjaan jalan di Pegaf yang harusnya dimenangkan PT Urampi. Akan tetapi dimenangkan pihak lain dan dijadikan sebagai uang kembali politik," tandas dia. *