JAYAPURA, - Sebuah video yang menunjukkan aksi penamparan seorang pejabat pemerintahan terhadap seorang pemuda yang diketahui bekerja sebagai tenaga pendamping desa di Papua mendadak viral di dunia maya.
Dalam video, nampak sang pejabat berjaket hitam dan menggunakan topi dinas yang belakangan diketahui adalah Penjabat Bupati Kabupaten Puncak, Nicolaus Wenda melakukan penamparan sebanyak tiga kali terhadap si tenaga pendamping,bernama Stephen Subay. Penamparan kabarnya dilatarbelakangi kekesalan bupati terhadap kinerja Stephen yang kurang maksimal. Selain itu, dia juga dinilai berbicara tidak sesuai fakta di lapangan, bahkan tak pernah berkoordinasi dengan pemerintah setempat
“Selama ini kamu kerja tidak benar, jangan membodohi masyarakat. Kamu orang Papua tapi membodohi orang,” ujar Nicolaus dalam video yang berdurasi lebih dari tiga menit tersebut.
“Coba datang ketemu bupati, saya kemarin didatangi kepala kampung, saya tidak bisa bicara. Saya panggil kamu (pen damping tidak pernah datang. Kami mau ada koordinasi kerja antara pemerintah dan pendamping sehingga semua proses bisa jalan baik,” ujar Nicolaus dengan nada tinggi.
“Kalau kamu jelaskan cara kerja kamu disini saya pasti tahu tapi tidak pernah ada disini. Uang mau cair baru muncul disini. Ini masyarakat tidak kenal kalian. Kamu tidak pernah ada disini, jangan kamu main-main,” keluhnya.
Menyikapi viralnya video tersebut, Stepen Subay selaku korban penamparan dalam wawancara dengan pers via telepon selulernya, Senin (27/8) membenarkan peristiwa tersebut. Insiden penamparan, kata dia, terjadi 13 Agustus 2018 lalu.
Meski video penamparan dirinya telah beredar luas di media sosial dan mendapat komentar beragam dari para warganet, Stephen mengaku tidak mempermasalahkan hal itu. Hanya saja dia sedikit kecewa dengan Bupati Nicolaus yang dalam sebuah surat kabar tidak mengklarifikasi atau meminta maaf.
“Sebaliknya bupati seperti ingin menegur kami dengan caranya. Oleh karenanya saya minta kepada Penjabat Bupati agar segera meminta maaf ke publik. Sebab bagi kita memang sudah tidak permasalahkan tapi bagaimana dengan keluarga kami? Paling tidak harus ada statement terbuka untuk meminta maaf ke publik,” tuturnya.
“Persoalannya video ini kan bukan sudah tersebar ke seluruh Indonesia. Anak, istri, bahkan keluarga besar kami sudah tau dan mereka pasti tidak akan terima,” sambungnya.
Stephen mengaku sangat menyayangkan tindakan yang dilakukan penjabat bupati. Sebab berpotensi merusak citranya sebagai pejabat publik. Mestinya, lanjut dia, bupati tak harus terprovokasi dengan bahasa yang tidak bisa dipertanggungjawabkan
“Masalahnya sepele yaitu terprovokasi dengan bahasa yang menurut bupati kami pendamping yang sebutkan. Kata-kata itu, “bupati itu siapa jadi kita mau dengar”. Padahal hal ini tidak kami katakan,” akunya.
“Kita juga bertugas sudah lama di Puncak dan selalu di lapangan. Cuma lantaran instansi terkait tidak fasilitasi kita tentang pembuatan dokumen baik, lampu maupun jaringan makanya kita bekerja pada tempat yang disediakan tempat di Mimika. Yang pasti kita sudah memafkan namun harus ada permintaan maaf ke publik secepatnya,” akunya lagi
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung Kabupaten Puncak Yonathan Habagal yang juga dikonfirmasi pers via telepon selulernya, membenarkan peristiwa itu.
Kendati demikian, masalah itu disebutnya sudah diselesaikan secara baik-baik antara Penjabat Bupati Nicolaus Wenda dan Stepen Subay selaku korban.
“Intinya, setelah penamparan besoknya saya mengajak Stepen Subay untuk datang mengikuti rapat bersama Penjabat Bupati. Kita kemudian menjelaskan kepada bupati sehingga sudah aman dan tidak ada masalah lagi,” katanya.
“Yang pasti sudah dijelaskan bahkan pada saat itu Penjabat Bupati sudah meminta maaf pada pendamping,” terangnya.
Sementara itu, Penjabat Bupati Nicolaus Wenda yang dihubungi pers via telepon selulernya belum dapat memberikan keterangan prihal tuntutan korban.*