WARTAPLUS - Jakarta berbenah. Segala hal dipercantik. Tujuannya, agar warganya nyaman tinggal di Ibu Kota negara. Fasilitas umum hingga transportasi diperbanyak. Jumlah kendaraan pribadi yang terus melonjak tajam setiap tahunnya membuat jalanan Jakarta tak punya ruang. Transportasi massal kuncinya. Mulai dari commuter line, TransJakarta, Light Rail Transit (LRT) hingga Mass Rapid Transit (MRT).
Hari ini, Kamis, 23 Agustus 2018, MRT diuji coba. Kereta ini jalan dari Depo Lebak Bulus ke Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta Pusat. Uji coba kali ini untuk melihat rel, signaling hingga power. Ada yang berbeda dalam uji coba ini, kereta akan memasuki jalur bawah tanah. Masinis pun dibekali masalah teknis, di mana harus berjalan lebih lambat.
Direktur Utama PT MRT Jakarta William P Sabandar mengatakan, ada kecepatan tertentu yang harus dipatuhi para masinis jika meintas di jalur tertentu. "Kalau didesainnya elevateditu, maksimal 100 km per jam dan kalau di underground 80 km per jam," ujar William di kawasan Bundaran HI, Jakarta Pusat.
Selain itu, faktor keamanan yang membuat kereta MRT harus berjalan lebih lambat. William juga mengatakan, saat kereta akan memasuki terowongan harus menggunakan kecepatan maksimal 20 km per jam. Karenanya dalam waktu dekat, pihaknya juga akan melakukan tes kecepatan.
William menngakui, dalam proses uji coba ini masih ada kendala pada sistem persinyalan.Sistem pengaturan yang disebut Operation Command Center masih belum bisa digunakan secara benar. "Kami akan atur kecepatan dan semuanya itu di OCC, nanti dari OCC akan menerima sinyal yang dikirim dari kereta, tepatnya yang ada di bawah samping, dan atas kereta," ucap dia.
William juga menambahkan, sistem pengoperasian OCC sudah membaik. Kereta MRT akan dijalankan dengan sistem automatic, di mana semua pengaturan kecepatan bisa diatur secara otomatis.
Hampir rampung
Saat ini PT MRT sudah menyelesaikan proyek konstruksi fase I ssebanyak 95,33 persen. Proyek pembangunan jalur MRT ini sudah terpasang 10 kilometer di jalur layang dan 6 kilometer jalur bawah tanah, dengan rincian jalur layang mencapai 93,42 persen dan jalur bawah tanah sepanjang 97,26 persen.
Nantinya akan disiapkan 13 stasiun kereta MRT, yang akan melayani para penumpang. "MRT Jakarta fase I memiliki 13 stasiun di antaranya tujuh stasiun di jalur layang dan enam stasiun di jalur bawah tanah," kata dia.
Adapun, Stasiun MRT Jakarta Fase I yang akan melayani penumpang pada 2019 yaitu, Stasiun Lebak Bulus, Stasiun Fatmawati, Stasiun Cipete Raya, Stasiun Haji Nawi, Stasiun Pasar Blok A, Stasiun Blok M, Stasiun Sisingamaraja, Stasiun Bundaran, Stasiun Gelora Bung Karno, Stasiun Benhil, Stasiun Setiabudi, Stasiun Dukuh Atas dan Stasiun Bundaran HI.
Untuk menunjang pengoperasian, rangkaian kereta MRT Jakarta saat ini sudah tiba di Depo Lebak Bulus. Kereta MRT tersebut telah diuji coba dengan kecepatan 30 km per jam saat melaju di jalur layang. Sedangkan saat memasuki terowongan dan akan memasuki jalur bawah tanah, kecepatan kereta akan turun menjadi 20 km per jam.
Rangkaian gerbong kereta yang disiapkan terdiri dari enam gerbong, di mana di dalamnya terdapat bangku kereta berwarna biru berbahan fiber dengan posisi berhadapan mirip seperti kereta commuter line dan terdapat pegangan tangan untuk penumpang yang berdiri.
Gerbong kereta juga dilengkapi dengan fasilitas ruang tempat duduk untuk disabilitas di ujung rangkaian gerbong kereta MRT. Menurut data yang diterima, nantinya MRT Jakarta dapat menampung 173 ribu penumpang per harinya.
Direktur Operasional PT MRT Jakarta, Agung Wicaksono menjelaskan sudah mengusulkan soal tarif. Pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan Pemprov DKI mengenai hal tersebut.
"Usulan besaran tarif berdasarkan hasil-hasil survei yang ada, di mana survei itu menyebutkan willingness to pay-nya adalah Rp8.500 untuk tiap 10 kilometer," kata Agung beberapa waktu lalu.
Agung menjelaskan, format perhitungan berbasis jarak ini bertujuan untuk menciptakan besaran tarif yang atraktif, demi menarik minat masyarakat untuk beralih menggunakan moda transportasi massal tersebut.
"Kalau misalnya ada orang dari Bundaran HI mau ke SCBD, kalau (tarifnya) lebih murah daripada ke Lebak Bulus, maka dia akan lebih tertarik naik MRT daripada naik taksi atau ojek online sekalipun," kata Agung.
Namun Direktur Keuangan dan Administrasi PT MRT Jakarta, Tuhiyat menuturkan belum ada keputusan final terkait tarif. Saat ini, pihaknya masih terus melakukan diskusi dengan Pemprov DKI Jakarta, yang diwakili sebuah tim bentukan Pemprov guna mengelaborasi subsidi tarif.
"Kami pihak MRT hanya mengusulkan dan melakukan diskusi dengan Pemprov DKI Jakarta. Progresnya sekarang sudah berlangsung diskusi, baik dengan perangkat Pemprov DKI seperti Bappeda, Dishub, serta dengan tim tarif dan subsidi yang dibentuk Pemprov DKI Jakarta," ujarnya.