JAYAPURA,– Setiap tanggal 17 Agustus masyarakat Indonesia selalu memperingati hari kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal itu masyarakat selalu melakukan upacara yang sakral untuk memperingati hari kemerdekaan. Namun ada saja cara unik yang diciptakan sejumlah komunitas untuk memperingati hari kemerdekaan itu.
Hal ini yang terlihat di Jayapura, dimana puluhan anak muda yang tergabung dalam Forum Komunitas Jayapura (FKJ) melakukan pengibaran bendera merah putih dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Indonesia ke-73 di dalam Hutan Mangrove Hanyaan, Kota Jayapura.
Sebelum upacara dimulai, puluhan peserta dari Kota dan Kabupaten Jayapura ini terlebih dahulu harus mendayung dari titik kumpul menuju lokasi upacara dengan menggunakan 8 rakit, 17 dayung dan 73 bendera merah putih yang telah disediakan.
Pemimpin upacara, Fredy Wanda mengatakan bahwa upacara memperingati kemerdekaan ke-73 tahun 2018 dilakukan di hutan mangrove untuk mengenalkan isu lingkungan dan pentingnya hutan mangrove bagi 3 kampung yakni Tobati, Enggros dan Nafri kepada para peserta.
“Banyak fungsi hutan mangrove bagi tiga kampung ini dan jika ditanya apa yang bisa dilakukan untuk mengisi kemerdekaan, maka dengan menjaga lingkungan hutan dan tidak merusak itu bisa disebut bagian dan mengisi apa yang Tuhan titipkan,” kata Fredy.
Pria yang juga sebagai Ketua Forum Peduli Port Numbay Green (FPPNG) ini menyampaikan apresiasinya atas upaya dan kerja keras dari anak-anak muda yang tergabung dalam berbagai komunitas di Jayapura yang memiliki ide unik ini.
“Pesan saya kepada peserta upacara untuk mengenal dan menjaga lingkungannya, jangan sampai rusak,” imbuhnya.
Fredy mengakui bahwa upacara ini adalah yang pertama kali dilakukan di dalam hutan mangrove. “Ini menjadi sejarah, karena baru pertama kalinya upacara 17an yang dilakukan di dalam hutan mangrove,” ujarnya.
Sementara itu, Koordinator kegiatan, Gamel Abdel Nasser, menyampaikan bahwa upacara ini dipersiapkan selama hampir 2 minggu dengan rakit yang dibuat menggunakan bahan bekas.
“Kami gunakan botol minuman dan jerigen bekas. Ada yang menyumbang dari rumah dan ada yang sengaja mengumpulkan,” katanya.
Gamel mangaku bahwa dirinya harus membatasi peserta upacara untuk tetap menjaga kondisi hutan adat.
“Hutan mangrove Hanyaan ini hutan adat sehingga peserta kami batasi agar tidak mengganggu habitat yang ada di dalamnya. Setelah kegiatan juga teman-teman ikut mengumpulkan sampah plastik di hutan mangrove,” pungkasnya. *