JAKARTA,- Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak gugatan pemohon calon Gubernur-Wakil Gubernur Papua, Wempi Wetipo-Habel Melkias Suwae karena tidak memenuhi ambang batas 1,5 persen dari total jumlah suara sah dalam Pemilihan Gubernur Papua.
Putusan Majelis Hakim MK yang diketuai Anwar Usman ini, dibacakan Kamis (9/8) sore di ruang Sidang MK, dihadiri oleh kedua belah pihak, Pemohon Wempi Wetipo dan Habel Mellias Suwae dengan kuasa hukum Saleh dkk, serta pihak Termohon KPU Papua, dihadiri kuasa hukum Pieter Ell. Hadir pula kuasa hukum pihak terkait Lukas Enembe-Klemen Tinal.
Dalam persidangan itu, majelis hakim menjelaskan inti permohonan Pemohon a quo adalah permohonan keberatan terhadap keputusan KPU No 91 tentang rekapitulkasi hasil penghitungan suara Pilkada Gubernur-Wakil Gubernur Papua tahun 2018 bertanggal 9 Juli 2018 yang memenangkan pasangan nomor urut 1 Lukas Enembe dan Klemen Tinal.
Hasil Pilgub diumumkan oleh Termohon berdasarkan hasil Pemilu Gubernur Papua, tentang penetapan rekapitulasi perolehan suara dari kabupaten/kota.
Sebelum Mahkamah mempertimbangkan lebih lanjut mengenai pokok permohonan, Mahkamah terlebih dahulu mempertimbangkan eksepsi Termohon, dan eksepsi pihak terkait mengenai kedudukan hukum Pemohon yang pada pokoknya menyatakan bahwa Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan karena tidak memenuhi ketentuan pasal 158 UU Pilkada Nomor 10 tahun 2016.
Dalam mempertimbangkan kedudukan Pemohon, mahkamah mempertimbangkan keputusan KPU tentang penetapan pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur Provinsi Papua, Pemohon adalah pasangan calon peserta pemilihan Gubernur Wakil Gubernur Papua dengan nomor urut 2.
Pada pertimbangan eksepsi atau keberatan hukum, demikian jelas hakim mahkamah, pihak Termohon KPU Papua dan pihak terkait Lukas Enembe-Klemen Tinal keberatan dengan kedudukan hukum dari Pemohon John Wempi Wetipo-Habel Melkias Suwae (JWW-HMS).
Hakim menjelaskan dalam amar putusan, jumlah penduduk berdasarkan data agregat kependukan per kecamatan (DAK2) semester 1 tahun 2017, dari Kemendagri kepada Komisi Pemilihan Umum, jumlah penduduk Provinsi Papua adalah 4.242.758 jiwa. Karena itu, perbedaan perolehan suara antara Pemohon dengan pasangan calon peraih suara terbanyak adalah paling banyak sebesar 1,5 % dari total suara sah. Hasil penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan oleh KPU bahwa jumlah perbedaan perolehan suara antara pemohon dengan pasangan calon peraih suara terbanyak, adalah paling banyak 1,5% x 2.871.547 suara, atau total suara sah = 43.073 suara.
“Dengan demikian, selisih maksimal untuk dapat mengajukan permohonan sengketa ke mahkamah konstitusi adalah 43.073 suara. Perolehan suara pemohon adalah 932.008, sedangkan perolehan suara pihak terkait, 1.939.539, sehingga perolehan perbedaan suara antara pemohon dengan pihak terkait atau peraih suara terbanyak adalah 1.700.531, atau setara dengan 35,08%,” jelas hakim Anwar.
Terhadap jumlah ambang batas dari total suara sah inilah, berdasarkan pertimbangan hukum, mahkamah berpendapat bahwa meskipun pemohon adalah Calon Gubernur-Wakil Gubernur Papua tahun 2018 namun pemohon tidak memenuhi ketentuan pasal 158 UU Pilkada. Oleh karena itu menurut mahkamah, pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan perkara a quo.
“Dengan demikian, eksepsi pemohon dan pihak terkait bahwa pemohon tidak memiliki kedudukan hukum adalah beralasan menurut hukum,” tegas Anwar. Dengan ditolaknya gugatan Pemohon, Maka eksepsi lain, tidak dipertimbangkan.
Sidang ini dihadiri masyarakat Papua yang ingin menyaksikan dan mendengar langsung putusan Hakim MK, meskipun hanya bisa duduk di halaman gedung MK, karena yang bisa masuk ke dalam ruang sidang, hanya pihak-pihak yang terkait dengan perkara. *