MANOKWARI,- Wacana pembentukan Fraksi Otsus di DPRD kabupaten/kota se-Papua Barat tak memiliki dasar hukum yang kuat. Bahkan mencederai hukum adat karena di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus tidak mengatur hal tersebut.
Demikian tanggapan anggota MRPB, Anton Rumbruren SH, MH, ketika mengetahui wacana itu melalui salah satu media cetak di Kota Sorong.
Anthon menjelaskan, belum ada dasar hukum yang jelas sehingga ia minta agar jangan dipaksakan karena belum ada produk hukum yang mengaturnya.
Terkait kedudukan Fraksi Otsus di DPR Papua Barat, katanya, hal tersebut berdasarkan putusan Mahkama Konstitusi. Dengan demikian fraksi otsus hanya berkedudukan di provinsi, namun kalau ada wacana semacam itu disampaikan oleh anggota Fraksi Otsus DPRPB, maka harus jelas dengan aturan hukum.
Kata Rumbruren, kalaupun ada rencana semacam itu, maka provinsi harus membuat hak legislasi untuk membuat dan merancang peraturannya. "Ada baiknya juga namun harus dipikirkan secara baik, sebab penggangaran jangan karena berharap dana otsus biayai pembentukan fraksi otsus di setiap kabupaten, kota," sebut Rumbruren.
Sementara dari sisi hukum, proteksi hak dasar politik orang asli Papua sesuai amanat UU Otsus ke depannya seperti apa, sebab jangan sampai justru hal ini memecah belah kebersamaan OAP di Papua Barat.
Lanjutnya, pendapat setiap orang untuk terbentuknya fraksi otsus merupakan pendapat pribadi, namun secara lembaga harus memiliki dasar hukum jelas. Kemudian kebijakan yang diambil harus sesuai mekanisme.
Apalagi katanya, sampai sekarang belum ada Raperdasus yang mengaturnya. Akan tetapi kalau wacana itu memang mau diwujudkan, maka perlu gubernur, bupati, wali kota, MRP dan akademisi duduk bersama membicarakan hal ini. *