SENTANI,– Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Papua menggelar diskusi peningkatan kapasitas adat dengan tema, “Mempererat Persatuan, Menepis Perbedaan Untuk Membangun Papua Damai dan Mengejar Kesejahteraan Berbasis Adat” di salah satu hotel di Sentani, Rabu (1/8).
Ketua LMA Papua, Lennis Kogoya kepada wartawan mengungkapkan, dalam diskusi yang dilaksanakan tersebut pihaknya membahas sejumlah masalah yang di hadapi oleh masyarakat adat, yakni, masalah tanah ulayat yang sering diambil paksa oleh investor, tanpa memberikan kompensasi kepada pemilik ulayat.
“Sejauh ini hak-hak dari masyarakat adat sering diambil paksa tanpa kompensasi bagi pemilik ulayat. Sehingga masyarakat adat ini tidak pernah mendapatkan apa yang menjadi haknya. Contohnya banyak perusahaan masuk, tapi masyarakat adat tidak dilibatkan. Inikan sudah masuk dalam pelanggaran HAM karena mengambil hak seseorang dengan paksa,” jelasnya.
“Untuk itu, kita akan membentuk peradilan adat yang akan membantu menangani permasalahan tanah yang sering di hadapi masyarakat adat di Papua,” ujarnya.
Selanjutnya kata Lennis, pihaknya akan memberikan penguatan kapasitas lembaga adat yang ada di seluruh Papua.
“Kita akan memberikan penguatan bagaimana mengurus atau menjalankan lembaga adat yang ada di masing-masing Kabupaten/kota di Papua, sehingga mampu menjalankan organisasinya dengan baik,” jelasnya.
Lennis Kogoya berharap melalui diskusi peningkatan kapasitas yang dilaksanakan dapat memperarta persatuan dan menepis perbedaan untuk membangun Papua.
“Saya harap di Papua ini tidak ada lagi yang saling membedakan antar sesama, karena kita semua satu di dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari Sabang sampai Merauke kita sama,” tegasnya.
Sementara itu Kapolda Papua, Irjen Pol Boy Rafly Amar menyampaikan, dalam rangka menjalankan kehidupan yang demokrasi, Lembaga Masyarakat Adat harus membantu agar masyarakat selalu menjunjung persatuan dan kesatuan.
“Lembaga Masyarakat Adat harus berada di tengah dalam menjaga persatuan dan kesatuan. Karena jika tidak maka akan terjadi benturan-benturan antar kelompok masyarakat, dan ini yang paling rawan. Artinya jika sudah terjadi konflik terbuka, maka lembaga adat harus berada di tengah dan menyelesaikan konflik dan mewujudkan perdamaian,” ujar Kapolda.
Selain itu kata Kapolda, lembaga adat harus mampu melihat peluang-peluang yang bia membawa kesejahteraan bagi masyarakat yakni dengan peningkatan peran masyarakat pada bidang usaha.
“Melihat Tanah Papua yang subur, maka bidang pertanian menjadi salah satu peluang peningkatan kesejahteraan, masyarakat bisa membuat perkebunan jagung, cetak sawah, penanaman kopi, ladang cabai, dan jenis tumbuhan lainnya yang bisa menjadi komoditas kebutuhan masyarakat,” jelasnya. *