Pajak Air Permukaan

PTFI Pernah Tawarkan 'Uang Damai' 60 Juta Dollar AS, Pemprov Papua Tolak

Vice President Hubungan Pemerintahan PTFI, Leon Saway saat memberikan penjelasan terkait pajak air permukaan/Andi Riri

JAYAPURA, - PT.Freeport Indonesia (PTFI) mengklaim pernah menawarkan "Uang Damai" sebesar 60 Juta Dollar AS atau jika dirupiahkan mencapai Rp770 Miliar kepada pemerintah Provinsi Papua, pasca pengadilan pajak jakarta pada 18 januari 2017 lalu,menolak upaya banding PTFI dan memerintahkan  PTFI untuk membayar pajak air permukaan kepada pemerintah provinsi Papua sebesar Rp5,3 Triliun (medio 2011 - 2017)

Hal ini sebagaimana diungkapkan Vice President Hubungan Pemerintahan PTFI, Leon Sawai dalam rapat dengar pendapat antara Komisi VII DPR RI bersama Pemerintah Provinsi Papua, berlangsung di Sasana Karya kantor Gubernur Papua, Selasa (31/7) siang.

Dalam paparannya, Leon menyebutkan bahwa, hingga kini setidaknya masih ada tiga perkara pajak air permukaan (gugatan bertahap sesuai periode tagihan) yang masih disidangkan baik di pengadilan pajak jakarta dan juga mahkamah agung. Dimana total pajak yang harus dibayarkan dari tiga perkara tersebut sebesar Rp770 Miliar.

"Dari tiga perkara ini, Proposalnya sudah pernah diajukan kepada kami. Namun yang menjadi soal karena (Pemprov Papua) masih mengikutsertakan Rp3,3 Triliun (tunggakan pajak yang dihapuskan dalam putusan MA) ini yang membuat kami susah untuk berbicara dengan direksi untuk menyelesaikan masalah ini," ungkap Leon.

"Bahkan sebelumnya kami juga pernah menawarkan, istilah orang Papua uang damai sebesar 60 juta dollar amerika yang jika dihitung kurs rupiah saat ini mencapai 770 miliar rupiah.  Hal ini kami sudah bicarakan dengan tim tekhnis Pemprov Papua. Tapi tidak mendapat tanggapan.Tentunya kalau ini disetujui ke depan kita akan bayar pajak air permukaan itu sampai 12 juta dollar amerika per tahun," sambungnya

Uang Damai?

Menanggapi penjelasan PTFI, Sekda Papua, Hery Dosinaen menegaskan pihaknya tidak mengenal istilah "uang damai" dalam penyelesaian sengketa pembayaran pajak air permukaan dengan PT.Freeport Indonesia.

“Jadi kami tidak mengenal hal itu,tidak ada istilah uang damai dan sebagainya,mungkin dari PT.Freeport Indonesia yang mengatakan itu,” tegasnya.

Dikatakan, sampai saat ini pihaknya tetap mengacu pada putusan pengadilan pajak yang mana telah sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.

“Intinya kita tetap mengacu pada putusan pengadilan pajak yang mana Freeport harus membayar pajak air permukaan kepada Pemprov Papua sebesar Rp.5,6 triliun lebih pokok plus pajaknya,”tegasnya lagi

Menurut Sekda, memang PT.FI telah mengajukan Peninjaun Kembali(PK) dan putusan Mahkamah Agung (MK) justru Pemprov Papua dikalahkan.

“Yang jelas pajak ini ada skemanya, maka nanti kita akan lihat,tidak bereferensi (mengacu) pada kontrak karya yang dihargai hanya 10 persen, tetapi kita tetap mengacu pada peraturan daerah tahun 2011 dan atas rekomendasi BPK RI,”tukasnya.

DPR Tindaklanjuti

Sementara itu Wakil Ketua Komisi VII DPR RI yang juga selaku Ketua tim rombongan, Ridwan Hisyam mengatakan, akan siap menindaklanjuti terkait sengketa penyelesaian pembayaran pajak air permukaan yang harus dipenuhi PTFI di tingkat Pusat.

“Saya sudah luruskan dalam rapat kordinasi ini bahwa tidak ada istilah uang damai dan memang dari Freeport sendiri sudah ada klarifikasi bahwa itu hanya istilah  orang Papua untuk uang damai ini,”ucapnya.

Diungkapkan Ridwan, secara hukum nilai satu rupiah kurang atau lebih bisa dipidana,karena ini adalah uang Pemerintah dan masuk didalam APBD pemerintah daerah. Dimana uang retribusi air itu masuk didalam APBD.

“Sehingga seharusnya pembayaran pajak air permukaan ini harus pas sesuai dengan keputusan pengadilan pajak.Saya harapkan Freeport karena ini sudah menjadi perhatian Nasional bahkan Dunia,maka kondisi itu harusnya dijaga supaya semuanya bisa happy dalam penyelesaian sengketa ini.Sehingga Pemerintah di Papua dan masyarakat juga senang dan tentunya Freeport juga bisa berkerja dengan tenang,” katanya panjang lebar.

Menurut dia,  jika kedua belah pihak masih terus beradu kuat, dikhawatirkan Perusahaan tambang emas asal Amerika ini justru tidak bisa beroperasi dengan baik.

“Kita tentu berharap ada sebuah penyelesaian yang damai dan tentunya Freeport harus proaktif untuk menyelesaikan keputusan pengadilan pajak tersebut,bukan justru sebaliknya membiarkannya begitu saja," harapnya.*