JAYAPURA,– Menyikapi maraknya perburuan satwa endemik Papua oleh masyarakat akhir-akhir ini, maka Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua, Ir. Timbul Batubara, menghimbau seluruh komponen masyarakat untuk terlibat menjaga dan melestarikan satwa endemik Papua.
“Pemilik konservasi bukan BBKSDA, bukan pemerintah, melainkan milik bersama. Tidak mungkin hanya BBKSDA sendiri yang menjaga dan melestarikan, tetapi semua harus terlibat, karena alam ini adalah milik bersama, mari jaga dan rawat untuk generasi berikutnya,” katanya kepada wartawan di lokasi kandang transit Buper, Waena, Rabu (25/7).
Dikatakan, akibat perburuan yang dilakukan oleh masyarakat, saat ini pihaknya telah menampung sedikitnya 81 ekor satwa dikandang transit Buper yang terdiri dari satu jenis mamalia, 11 jenis burung, dan delapan jenis reptil.
“Satwa-satwa ini ada yang hasil dari sitaan, temuan, cacat, dan ada juga yang diserahkan oleh masyarakat secara sadar dan sukarela. Tapi yang paling banyak datang ini karena kasus hukum, atau karena sitaan,” bebernya.
Meski sudah berada di kandang transit, Timbul mengatakan, hal tersebut menjadi kendala bagi petugas BBKSDA pasalnya sangat sulit mengembalikan karakter satwa-satwa tersebut ke sifat alaminya (liar), sebab sering kali ketika dipelihara oleh manusia, satwa-satwa ini diberi makan, makanan manusia.
“Tidak mudah memang meliarkan kembali satwa yang sudah jinak dengan manusia. Hal ini diperparah dengan perubahan perilaku pakan satwa, sebab sering kali ketika dipelihara oleh manusia, satwa-satwa ini diberi makan makanan manusia, sehingga untuk mengembalikan mereka ke kondisi semula butuh waktu yang panjang dan biaya yang besar,” ungkapnya.
Disinggung soal kandang transit apakah sudah memadai, Timbul Batubara menuturkan bahwa kandang transit Buper masih jauh dari kata memadai. Karena kandang transit harus dalam kondisi minim interaksi dengan manusia agar perilaku satwa tersebut bisa pulih dan bisa segera dilepas liarkan ke alam bebas sesuai dengan jenis dan sebarannya.
“Kandang transit ini belum memadai, namun kandang transit ini memiki makna bahwa satwa yang datang, pasti akan dilepas lagi ke habitatnya,” ujarnya.
Lebih lanjut disampaikan, untuk saat ini salah satu hal yang menjadi perhatian BBKSDA Papua adalah upaya konservasi di luar habitat alami (konservasi ex-situ) yang akan melibatkan pihak ketiga sesuai dengan peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia nomor P.31/Menhut-II/2012 tentang lembaga konservasi.
“Kami mendorong pengelolaannya agar bisa dilakukan oleh pihak ketiga dalam hal ini misalnya pemerintah daerah setempat maupun swasta, tinggal bagaimana perijinan dan pengawasannya saja yang diatur dengan baik,” imbuhnya.
Di tempat yang sama, Kepala Bidang (Kabid) Teknis BBKSDA Papua, Askhari Masikki berpesan kepada semua pihak agar lebih peduli dan menyadari bahwa satwa-satwa endemik Papua sudah semakin langka karena rusaknya habitat dan perburuan liar yang dilakukan.
“Jika kita memang peduli kita harus terlibat secara aktif untuk menjaganya, karena bagaimanapun mereka lebih indah saat hidup bebas di alam liar,” ujarnya.
Ia juga mengajak seluruh masyarakat yang memiliki satwa endemik untuk diserahkan kepada BBKSDA, sehingga bisa dirawat dan suatu saat di lepas lagi alam bebas. Sehingga lestari dan bisa dilihat generasi berikutnya.
“Ini bisa menjadi edukasi bagi anak-anak kita bahwa sangat penting untuk menjaga satwa. Mencintai alam bukan berarti harus memiliki, cukup dengan merawat dan menjaganya. Jangan sampai hewan endemik khas Papua hanya menjadi cerita bagi anak cucu kita,” tandasnya. *