JAYAPURA,wartaplus.com - Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Papua, Klemens Taran, menegaskan bahwa moderasi beragama merupakan jalan tengah dan kekuatan pemersatu bangsa di tengah keberagaman Indonesia.
Hal ini disampaikannya saat menyampaikan materi bertema “Moderasi Beragama dan Pembangunan Nasional” dalam kegiatan Pelatihan Jarak Jauh Kerukunan Umat Beragama (KUB) secara daring melalui Zoom Meeting di ruang rapat Amsal Yowei, pada Senin (03/11/25). Kegiatan dilaksanakan secara daring dan luring oleh Balai Diklat Keagaamaan (BDK) Papua.
Dalam penyampaiannya, Kakanwil menyampaikan bahwa moderasi beragama ibarat angin surga yang menyatukan perbedaan.
“Moderasi beragama itu angin surga yang turun menyatukan kita. Ia menjadi gerakan yang mesti melibatkan semua orang, karena kita semua butuh hidup damai, rukun, dan berdampingan,” tegasnya.
Menurutnya, keberagaman bangsa Indonesia adalah anugerah sekaligus identitas yang telah ditetapkan oleh para pendiri bangsa sejak masa kebangkitan nasional. Indonesia bukanlah negara agama, namun juga bukan negara sekuler. Nilai-nilai penyelenggaraan negara, katanya, diilhami oleh ajaran agama yang memberi spirit bagi kemajuan bangsa.
“Identitas kebangsaan Indonesia bukan pada suku, ras, bahasa, atau agama tertentu, tetapi pada satu kesatuan ide, cita-cita, dan semangat untuk hidup merdeka serta menolak penjajahan,” ungkapnya.
Kakanwil menjelaskan, Pancasila sebagai dasar negara memuat nilai-nilai universal yang bersumber dari ajaran agama. Karena itu, Pancasila dan agama tidak boleh dipertentangkan, tetapi harus dipahami sebagai dua hal yang saling berkelindan dalam kehidupan berbangsa.
Lebih lanjut, Kakanwil menyoroti berbagai tantangan kebersamaan dalam keberagaman, di antaranya praktik demokrasi yang memperuncing perbedaan, penyebaran berita bohong, dan berkembangnya paham ekstremisme serta liberalisme dalam beragama.
“Ekstrem boleh, tapi lihat dulu ekstremnya untuk apa. Kalau ekstrem untuk memperkuat nilai dan kinerja, silakan. Tapi jangan ekstrem yang menonjolkan kelompok dan memecah persatuan,” ujarnya.
Kakanwil mengingatkan bahwa ASN Kemenag harus menjadi contoh penerapan nilai moderasi, bukan terjebak pada ekstremisme maupun sikap individualistis yang berlebihan atas nama kebebasan.
Dalam paparannya, Kakanwil memaparkan empat indikator moderasi beragama yang dapat dijadikan pedoman bagi ASN Kemenag, yaitu:
• Komitmen Kebangsaan, yakni kesetiaan terhadap prinsip-prinsip berbangsa dan bernegara sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945.
• Toleransi, yaitu menghormati perbedaan, memberi ruang bagi keyakinan orang lain, serta bekerja sama dalam perbedaan.
• Anti-Kekerasan, menolak segala bentuk kekerasan atas nama agama.
• Menghargai Tradisi, menjaga kearifan lokal selama tidak bertentangan dengan pokok ajaran agama.
Kakanwil juga menekankan pentingnya keseimbangan antara pembangunan material dan spiritual. Menurutnya, pembangunan fisik tanpa diiringi pembangunan moral dan iman hanya akan menghasilkan praktik curang dan korupsi.
“Kalau niat awal dalam bekerja sudah salah, semuanya akan rusak. Tapi kalau niatnya tulus untuk melayani, hasilnya akan baik dan membawa keberkahan,” katanya.
Kakanwil menegaskan, nilai agama harus menjadi dasar dalam setiap pengelolaan anggaran agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dikelola secara akuntabel, transparan, dan bebas dari praktik korupsi.
Dalam bagian akhir materinya, Kakanwil menegaskan kembali pentingnya penguatan empat pilar kebangsaan: Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Perbedaan itu keniscayaan. Justru karena kita berbeda, kita saling membutuhkan. Seperti tubuh, tangan tak bisa bekerja tanpa mata. Maka, perbedaan jangan dihapus, tapi dirawat,” ujarnya.
Menutup penyampaiannya, Kakanwil kembali mengingatkan peserta pelatihan agar menjadikan moderasi beragama sebagai sikap hidup dan semangat kerja di Kementerian Agama.
“Program sebaik apa pun tak akan berjalan tanpa kedamaian. Karena itu, mari kita rawat kerukunan sebagai kebutuhan dasar bangsa ini,” pungkasnya.

